JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus melihat penegakan hukum dan kode etik atas pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPR masih lemah.
Ia menilai, hal itulah yang membuat sejumlah anggota DPR terlibat dalam berbagai kasus korupsi dan tindakan pelanggaran kode etik.
"Penegak hukum terkait, KPK, Kejaksaan, Polri agar bekerja lebih optimal dan menerapkan hukum yang maksimal," kata Lucius dalam diskusi bertajuk "Evaluasi Kinerja DPR Masa SIdang V Tahun Sidang 2017-2018" di kantor Formappi, Jakarta, Selasa (14/8/2018).
Baca juga: Kinerja DPR di Bidang Pengawasan Dianggap Belum Maksimal
Selain itu, pola relasi hubungan DPR dan Pemerintah secara kelembagaan belum mencerminkan struktur kekuasaan menurut Undang-undang Dasar 1945.
Lucius menilai sejatinya DPR merupakan penyeimbang kekuatan pemerintah.
"Semestinya legislatif dan eksekutif berhadapan secara vis-a-vis," papar Lucius.
Baca juga: Kinerja DPR di Bidang Legislasi Dinilai Masih Lemah
Ia menilai selama ini sikap, kritik, maupun komentar dari DPR justru lebih cenderung mengarah pada sikap fraksi dan pribadi.
"DPR sebagai lembaga legislatif justru tidak memiliki sikap resmi terhadap eksekutif," kata dia.
Lucius juga mengkritik kemalasan sebagian anggota DPR untuk mengikuti berbagai agenda rapat dan sidang. Ia menilai sikap itu mengabaikan kepentingan dan harapan masyarakat kepada parlemen.
Baca juga: Pemilu Mahal, Ketua KPK Prihatin Kinerja DPR Kurang Optimal
"Tindakan yang benar-benar tegas dan sanksi berat perlu diatur lagi dalam UU MD3 dan tata tertib DPR untuk mendorong anggota DPR hadir dalam sidang-sidang DPR," ujarnya.
DPR, kata dia, juga terkesan kembali menjadi lembaga tertutup dengan tak mengumumkan secara terbuka agenda-agenda sidang di setiap masa sidang.
Ia melihat hal ini bertentangan dengan keinginan pimpinan DPR yang ingin membentuk parlemen modern dengan menjunjung tinggi keterbukaan.
Ia menilai komitmen DPR membangun parlemen yang bermartabat masih rendah.