JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengimbau agar para wisatawan di Gili Trawangan, Gili Air dan Gili Meno tetap tenang pascagempa bermagnitudo 7 pada Minggu (5/8/2018).
Sutopo memastikan, situasi di tiga pulau tersebut aman dan tidak ada potensi terjadinya tsunami.
"Saya tegaskan bagi para turis baik asing maupu domestik beserta pemilik dan pegawai resort tidak wajib keluar. Kondisinya aman tidak ada ancaman tsunami," ujar Sutopo saat memberikan keterangan di kantor BNPB, Jakarta Timur, Senin (6/8/2018).
Baca juga: Saling Rebutan Naik Kapal saat Evakuasi di Gili Trawangan
Sutopo menyarankan para wisatawan dan pengelola resort tidak perlu terlalu memaksa untuk meninggalkan Gili.
Ia pun mempersilakan para wisatawan yang memilih untuk tetap berada di Gili sampai situasi benar-benar normal.
"Jadi kalau wisatawan akan tetap memperpanjang tinggal di Gili, silakan. Bagi para pemilik, pengelola dan karyawan resort juga tidak harus keluar dari kawasan tiga Gili. Lebih baik kami menyarankan mereka tetap berada di sana," kata Sutopo.
Baca juga: 358 Wisatawan Asing dan Domestik Berhasil Dievakuasi dari 3 Gili di Lombok
Sebelumnya, sebanyak 358 wisatawan berhasil dievakuasi dari Gili Trawangan, Gili Air dan Gili Meno pada Senin (6/8/2018) siang.
Para wisatawan yang berhasil dievakuasi tersebut terdiri dari 208 wisatawan asing dan 150 wisatawan domestik.
Proses evakuasi dilakukan dalam lima tahap dengan menggunakan kapal milik Basarnas, Kementerian Perhubungan dan pihak swasta.
Baca juga: BNPB Benarkan 7 Wisatawan Lokal Tewas di Gili Trawangan
Saat ini, kata Sutopo, masih ada 700 wisatawan asing maupun domestik yang masih berada di Gila Trawangan, Gili Air dan Gili Meno.
Menurut Sutopo proses evakuasi tak dapat dilakukan secara serentak sebab terkendala oleh dua faktor.
Pertama, terbatasnya jumlah kapal yang dapat digunakan untuk evakuasi. Faktor kedua yakni air laut yang surut sehingga kapal besar tidak dapat merapat ke area pelabuhan.
"Itulah yang menyebabkan kapal bersandar di laut lepas kemudian menggunakan perahu karet untuk menjemput para wisatawan," tutur Sutopo.