JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) I Nyoman Wara menyebut bahwa Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) tahun 2004 telah melakukan cedera janji dalam pemenuhan kewajiban atas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Hal itu dikatakan Nyoman saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/8/2018).
Nyoman bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Kami berpendapat Sjamsul Nursalim telah cedera janji atas misrepresentasi Rp 4,8 triliun," ujar Nyoman.
Baca juga: BPK Temukan 4 Penyimpangan Pemberian SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim
Menurut Nyoman, temuan itu diperoleh dari audit investigasi BPK pada 2017. Pemeriksaan itu terhadap dugaan kerugian negara terkait pemberian surat keterangan lunas (SKL) yang diberikan BPPN kepada Sjamsul Nursalim.
Hasil audit BPK menemukan fakta bahwa Sjamsul Nursalim telah melakukan misrepresentasi dalam menampilkan utang petambak kepada BDNI.
Menurut Nyoman, misrepresentasi itu adalah pelanggaran jaminan atas pernyataan Sjamsul dalam perjanjian Master Settlement Aqcuisition Agreement (MSAA).
MSAA merupakan perjanjian penyelesaian BLBI dengan jaminan aset obligor.
Baca juga: BPK Punya 3 Bukti Piutang Sjamsul Nursalim dalam Kondisi Macet
Menurut Nyoman, dengan demikian, pemberian SKL kepada Sjamsul tidak sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor X.
Tap MPR itu pada intinya menyatakan bahwa debitur yang menandatangani MSAA, tapi melakukan cedera janji, maka dapat dilakukan penyempurnaan MSAA.
Selain itu, menurut Nyoman, Tap MPR mengatakan bahwa debitur dapat dikenai pinalti atau dapat diambil tindakan tegas.
Dalam perhitungan, nilai aset utang petambak yang dijual sebesar Rp 1,1 triliun hanya mencapai Rp 220 miliar. Dengan demikian, dari utang petambak Rp 4,8 triliun, sebesar Rp 4,58 triliun dianggap sebagai kerugian negara.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.