Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKPRI Minta "Presidential Threshold" Dinaikkan, Ini Alasannya

Kompas.com - 06/08/2018, 14:07 WIB
Yoga Sukmana,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Komite Pemerintahan Rakyat Independen (PKPRI) meminta Mahkamah Konstitusi mengubah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Ketua PKPRI Sri Sudarjo menyatakan, partainya mengusulkan perubahan syarat 20 persen perolehan kursi DPR menjadi 27 persen. Sedangkan syarat 25 persen suara nasional diusulkan untuk diganti menjadi 30 persen.

Menurut dia, perubahan aturan presidential threshold diperlukan untuk menghindari dominasi partai politik dalam pemilihan presiden, sehingga menyandera calon presiden yang diusung.

"Kecenderungan mereka saling sandera dan melahirkan tirani parpol," ujar Sri Sudarjo di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (6/8/2018).

Baca juga: Dua Pasal UU Pemilu Digugat Agar Rakyat Bisa Calonkan Presiden Sendiri

Untuk menghindari tirani partai politik, PKPRI pun mengusulkan agar pencalonan presiden tidak hanya bisa dilakukan oleh partai politik, seperti yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu.

MK juga diminta mengakomodasi suara rakyat, tak hanya parpol. Caranya, yakni dengan menyatakan suara rakyat yang tidak memilih pada pemilu sebelumnya sebagai suara sah hasil demokrasi dan angkanya bisa dijadikan syarat pengajuan capres.

Dengan ambang batas 30 persen maka dinilai cukup bagi rakyat mengajukan capres dan cawapres. Sebab, jumlah warga yang memutuskan tidak memilih pada Pemilu 2014 mencapai 30,42 persen.

Selain itu PKPRI juga meminta agar MK menyatakan bahwa capres dan cawapres tidak hanya bisa diajukan oleh partai politik yang ditetapkan oleh KPU, namun juga oleh konsensus rakyat.

Dengan demikian, seusai usulan PKPRI, bunyi aturan mengenai pencalonan presiden yang diatur dalam Pasal 221 UU Pemilu diharapkan berubah menjadi:

"Bakal pasangan calon didaftarkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan/atau Partai Komite Pemerintahan Rakyat Independen ke KPU dan pasangan calon yang suaranya lebih banyak ditetapkan oleh KPU sebagai pemenang secara demokratis".

Baca juga: Presidential dan Parliamentary Threshold Dinilai Sebabkan Hegemoni dan "Pembunuhan" Parpol

Dalam hal ini, PKPRI mengklaim mewakili konsensus rakyat yang ingin mengajukan capres-cawapres.

Sri menyakini kenaikan ambang batas tidak akan membuat pencalonan capres dan cawapres kian sulit.

Justru kata dia, bila gugutan itu dikabulkan MK, maka rakyat bisa mengajukan capres dan cawapres secara konsensus tanpa campur tangan kepentingan parpol.

"Dengan begitu justru kita bisa menghasilkan pemimpin yang tidak tersandera atau saling sandera oleh kepentingan-kepentingan praktis parpol," kata dia.

Kompas TV Saat ini ada dua uji materi terkait pemilu yang dimohonkan ke Mahkamah Konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com