Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Algooth Putranto

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI).

Masihkah Ada Oposisi bagi Jokowi?

Kompas.com - 04/08/2018, 17:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEMBICARAKAN oposisi dalam demokrasi di Indonesia, bukanlah hal yang populer. Bahkan ada paranoia yang menyertai diksi oposisi seperti pembangkang, penentang, atau lawan politik dengan sikap ‘pokoknya katakan tidak!’

Meski demikian oposisi dapat dipastikan selalu menjadi topik populer menjelang masa kontestasi politik. Apalagi tahun ini kita memasuki rangkaian Pemilu 2019.

Topik oposisi semakin seru mengingat sejak lima bulan terakhir marak aksi gerakan '2019 Ganti Presiden'. Itu masih ditambah drama misteri: ketidakpastian pasangan Capres-Cawapres yang bertarung pada Pilpres 2019.

Topik tentang oposisi tidak lepas dari euforia keberhasilan politisi senior Mahathir Muhammad sebagai tokoh oposisi yang memenangi pemilu Malaysia tahun ini, membuat oposisi seperti menemukan virtue yang selama ini tenggelam dalam pertunjukan debat kusir politik berupa talk show.

Pada sisi lain, karena cukup lama tidak dibicarakan bahkan cenderung termarjinalkan, apa dan bagaimana oposisi di Indonesia.

Baca juga: Gerindra: Kubu Prabowo Cepat Bahas Pilpres, Koalisi Jokowi Alami Pelambatan

 

Serupa barang antik yang gagap dalam mesin demokrasi di Indonesia yang berjalan cenderung praktikal dan pragmatis: mencari kemenangan, jauh dari debat ideologis layaknya demokrasi Indonesia pada masa 1950-an.

Dua dekade lalu, cendekiawan Ignas Kleden menulis opini di koran Kompas tentang oposisi (Oposisi dalam Politik Indonesia, 4 Juli 1998). Dalam tulisan tersebut Ignas Kleden mengajukan pertanyaan yang terus menjadi diskursus hingga kini.

Pertama, apakah ketika politik tanpa melembagakan oposisi serupa Orde Baru maka masalah korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), tidak terulang? Kedua, apakah kekuasaan di Indonesia tidak membutuhkan suatu oposisi yang secara resmi dan konsisten mengawasi?

Dalam hal menggambarkan peran oposisi, penulis sepakat dengan terminologi advocatus diaboli atau devil's advocate yang digunakan Ignas Kleden untuk menggambarkan peran oposisi sebagai setan yang menyelamatkan kita, justru dengan mengganggu kita terus-menerus.

Adanya oposisi serupa setan baik atau serupa kekuatan moral dan etik superego yang mengendalikan dorongan naluriah Id dan realitas Ego, dalam perspektif Sigmud Freud maka dipercaya penguasa akan menjalankan kekuasaan secara lebih benar.

Harapan demokrasi terhadap oposisi yang tangguh tentu saja menjalankan fungsi check and balance untuk memastikan kekuasaan tetap berjalan pada rel yang benar dan tidak terseret pada kecenderungan alamiah penguasa untuk memperluas kekuasaannya serta menyelewengkan penggunaan kekuasaan.

Benar, mayoritas pihak sudah paham fungsi dan tugas oposisi. Namun sayangnya, tradisi politik di Indonesia yang belum mencapai 100 tahun cenderung menegasikan oposisi dengan pemaknaan yang negatif sebagai sumber instabilitas politik yang ujung-ujungnya mengganggu berjalannya agenda-agenda pemerintahan.

Peyoratif makna terhadap oposisi yang kerap dikerdilkan oleh pemaknaan nilai ‘permusyawarakatan’ atau konsensus dalam Sila ke-4 Pancasila membuat oposisi menjadi serba salah. Serupa pers yang menjalankan fungsi selaku "anjing penjaga" yang kritis, kemudian dituding sekadar mencari sensasi melalui sikap nyinyir demi mendongkrak laba.


Tradisi antikritik

Tidak hanya menjustifikasi oposisi dengan citra negatif, terdapat kecenderungan kuat untuk antikritik. Pada masa Soekarno, pembungkaman terhadap oposisi dilakukan melalui Dekrit Presiden 1959, sementara pada masa Soeharto dilakukan melalui kebijakan pseudo demokrasi yang sangat despotis, sentralistik, dan otoritarian.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com