Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Presidential Threshold" Dinilai Langgar Hak Konstitusi Empat Parpol

Kompas.com - 02/08/2018, 17:30 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai, Mahkamah Konstitusi (MK) harus memutuskan uji materi ketentuan ambang batas pencalonan atau presidential threshold dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebelum batas akhir pendaftaran calon presiden-wakil presiden pada 10 Agustus 2018.

Hal itu bertujuan untuk memberikan kepastian bagi partai politik peserta Pemilu 2019.

"Menurut saya MK harus memberikan keputusan secara cepat dan kepastian hukum itu dibutuhkan ketimbang membiarkan ketidakpastian ini," ujar Refly saat ditemui di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/8/2018).

"Pendaftaran kan 4-10 Agustus, ya jangan 10 Agustus, seharusnya tanggal 5 atau 6 Agustus 2018 agar masih memberikan ruang," kata dia.

Baca juga: "Presidential Threshold" Kembali Digugat, Dianggap Mengebiri Hak Konstitusional Pemilih Pemula

Menurut Refly, dengan adanya ketentuan presidential threshold, maka ada empat partai politik yang kehilangan hak konstitusionalnya.

Keempat partai peserta pemilu tersebut adalah Perindo, PSI, Partai Berkarya, dan Partai Garuda. Empat partai tidak bisa mengusung pasangan calon presiden-wakil presiden pada Pilpres 2019.

Sebab, mereka tak dapat memenuhi syarat pencalonan sebesar 20 persen perolehan kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional pada pemilu 2014.

Sementara, kata Refly, berdasarkan Pasal 6A Ayat 2 UUD 1945, presiden dan wakil presiden diusulkan oleh parpol dan gabungan parpol peserta pemilu sebelum pemilihan umum.

Dengan demikian, ketentuan presidential threshold telah melanggar hak konstitusional empat partai untuk mengusung pasangan calon presiden-wakil presiden.

"Ya kalau partai lama bisa berkoalisi, tapi kalau empat partai ini hanya bisa mendukung saja, tidak bisa mengusung. Padahal hak konstitusionalnya itu sebagai pengusung, kalau pendukung sih relawan juga bisa," kata Refly.

Baca juga: Presidential dan Parliamentary Threshold Dinilai Sebabkan Hegemoni dan "Pembunuhan" Parpol

Dalam putusan uji materi sebelumnya, lanjut Refly, MK mengatakan bahwa Pasal 222 UU Pemilu merupakan open legal policy.

Ia menilai, jika ketentuan presidential threshold masuk dalam open legal policy, maka seharusnya ketentuan dalam UU Pemilu tidak boleh bertentangan dengan konstitusi.

Diberitakan, sebanyak 12 orang mengajukan permohonan uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Para pemohon berharap hakim membatalkan syarat capres yakni 25 persen suara berdasarkan pemilihan legislatif Pemilu 2014.

Keduabelas pemohon tersebut yakni Titi Anggraini, Busyro Muqoddas, Chatib Basri, Faisal Basri, Danhil Anzhar Simanjuntak, Haedar Nafis Gumay , Hasan Yahya, Feri Amsari, Rocky Gerung, Angga Dwi Sasongko, Bambang Widjojanto, dan Robertus Robet.

Pemohon atas nama Danhil Anzhar Simanjuntak dan Titi Anggraini mewakili lembaganya yakni selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah dan Direktur Perludem.

Kompas TV Ketentuan ambang batas pencalonan presiden kembali digugat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com