JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT PLN Persero Sofyan Basir, Selasa (31/7/2018). Selain Sofyan, KPK juga akan memeriksa CEO Blackgold Energy Indonesia Philip C Rickard.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Sofyan Basir akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo.
Johannes merupakan pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Baca juga: Siapakah Johannes Kotjo, Pengusaha yang Berani Menyuap hingga Rp 4,8 M Itu?
Sementara, Philip Rickard akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Eni Maulani Saragih. Eni merupakan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI.
Pada pemeriksaan yang lalu, Sofyan dikonfirmasi seputar pengetahuannya dalam kasus korupsi proyek PLTU yang melibatkan pengusaha dan anggota DPR.
Sofyan juga diminta penjelasan terkait barang bukti yang ditemukan saat rumah dan kantornya digeledah.
Baca juga: KPK Juga Geledah Kediaman Anggota DPR Eni Maulani dan Pengusaha Johannes Kotjo
Sebelumnya, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka atas kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
KPK juga menetapkan seorang pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo, yang diduga menjadi pihak pemberi suap.
KPK telah melakukan penyelidikan kasus ini sejak Juni 2018, setelah mendapatkan informasi dari masyarakat.
Baca juga: KPK Tetapkan Pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai Tersangka Suap
Pada Jumat (13/7/2018) siang, tim penindakan KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang dari Audrey Ratna Justianty kepada Tahta Maharaya di lantai 8 gedung Graha BIP.
Audrey merupakan sekretaris Johannes Budisutrisno Kotjo. Sedangkan Tahta adalah staf sekaligus keponakan Eni Maulani Saragih.
Menurut dugaan KPK, Eni menerima suap total sebesar Rp 4,8 miliar yang merupakan komitmen fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt itu.
Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus.