Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Kebinekaan sebagai Modal Sosial

Kompas.com - 31/07/2018, 06:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KITA diwarisi filosofi Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mengrwa yang dilembagakan dalam tata pemerintahan dan menjadi ideologi Majapahit. Jaminan kebebasan beragama tersebut mampu meredam konflik internal antara pemeluk agama Buddha dan Syiwa, sehingga dengan persatuan Majapahit bisa membangun imperium dunia pada abad ke-14.

Filosofi tersebut indah karena tidak hanya menjamin kesetaraan dalam kebhinekaan agama, tetapi juga suku, ras maupun golongan di Indonesia, karena agama sering melekat dengan ketiganya.

Konsep pendirian negara bangsa (nation state) oleh Sukarno menegaskan asas kesetaraan dalam ketatanegaraan, di mana setiap orang dijamin berkedudukan sama di hadapan hukum. Hal tersebut menguatkan konsensus pendiri bangsa sebelumnya bahwa Pancasila yang berjiwa inklusif sebagai dasar NKRI.

Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dari Pancasila merupakan konseptualisasi dari kebebasan beragama di Indonesia. Karena setiap sila saling menjiwai, maka merangkul kemanusiaan, membangun persatuan, berdemokrasi, dan mewujudkan keadilan sosial adalah wujud ekspresi relijiusitas bangsa.

Kebinekaan Indonesia dibanggakan, tetapi belum dilembagakan sepenuhnya karena komunikasi sering hanya berlangsung dalam komunitas masing-masing. Kalaupun komunikasi lintas komunitas berlangsung, sering kali itu hanya seremonial karena prasangka dan curiga masih mendominasi alam pikiran kita.

Interaksi antarwarga negara dengan mindset silo (terisolasi) akan gagal mewujudkan motto "kebinekaan adalah anugerah" karena gagal menjadikannya sebagai modal sosial yang produktif.

Pertanyaannya, bisakah penduduk Indonesia merayakan keragaman tanpa intoleransi dan kekerasan?

Seharusnya bisa dan harus bisa. Sangat disayangkan kalau Negara Indonesia yang supermajemuk dan superkaya dengan aneka etnis, suku, bahasa, agama, kepercayaan, budaya, tradisi, dan adat-istiadat ini kemudian musnah di kemudian hari.

Berbagai ilmuwan sosial dan antropolog bahasa berulang kali menyatakan, Indonesia adalah negara yang paling plural atau majemuk di dunia, terutama dari aspek suku-bangsa dan bahasa.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki 1.340 suku-bangsa dengan 1.158 bahasa daerah. Tidak ada negara di dunia ini yang memiliki tingkat keragaman seperti di Indonesia. Bukan hanya suku-bangsa dan agama saja, agama dan kepercayaan juga cukup banyak di Indonesia, baik yang lokal maupun yang transnasional.

Pluralitas dan kompleksitas bangsa Indonesia semakin bertambah dengan eksistensi ormas, parpol, ideologi, busana, mazhab pemikiran, aliran dan sekte agama, serta ekspresi keberagamaan masing-masing umat beragama.

Semua itu layak dibanggakan dan dirayakan, bukan dikoyak-koyak dengan kebencian dan pembohongan-pembohongan informasi yang memecah-belah. Publik harus benar-benar didorong untuk memahami bahwa pluralitas Indonesia bersifat natural dan kultural.

Dengan kata lain, pluralitas atau kemajemukan itu sesuatu yang bersifat natural sekaligus juga bersifat kultural. Ia bisa dikatakan "natural" karena pluralitas merupakan fakta sosial yang tidak bisa terbantahkan sejak zaman pra-modern sampai zaman modern saat ini.

Pluralitas juga bersifat "kultural" karena merupakan bagian dari produk kebudayaan manusia. Artinya, manusia juga turut menciptakan pluralitas itu.

Manusialah yang menciptakan aneka sistem sosial-politik-ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, tradisi dan budaya, bahasa, tata busana, ideologi, dan seterusnya sehingga menambah pluralitas masyarakat itu semakin bertambah plural.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com