Khususnya berkaitan dengan masa jabatan wakil presiden. Bukan demi alasan politis.
"Kami tidak ada maksud lain, termasuk pula tidak ada motivasi politik praktis untuk mendukung atau tidak mendukung pasangan calon presiden atau calon wakil presiden tertentu," ujar Zamrony.
Dasar argumentasi
Keenam pihak terkait tersebut memiliki argumentasi mengapa MK harus menolak gugatan.
1. Pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden tidak tepat apabila diuji di MK.
Lantaran norma tersebut tertuang di dalam Pasal 7 UUD 1945, maka yang berwenang melakukannya bukanlah MK, melainkan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UUD 1945.
2. Berdasarkan penafsiran gramatikal, norma pembatasan masa jabatan wakil presiden di dalam Pasal 7 UUD 1945 sudah sangat jelas dan tegas.
"Secara tata bahasa, susunan kata dan kalimat, norma yang ada di Pasal 7 sudah jelas mengatur soal pembatasan masa jabatan, bukan hanya presiden, melainkan juga wakil presiden," ujar Zamrony.
"Karena pada saat dirumuskan, telah melibatkan ahli bahasa untuk menghilangkan ketidakjelasan dan rumusan yang ambigu, yaitu masa jabatan maksimal dua periode atau paling lama sepuluh tahun," tambah Zamrony.
3. Mengacu pada 'original intent' risalah pembahasan perubahan UUD 1945 tahun 1999-2000, juga jelas menegaskan bahwa masa jabatan wakil presiden maksimal dua periode atau paling lama 10 tahun.
Ini terlepas dari apakah sepuluh tahun itu berturut-turut atau tidak.
Zamrony berharap, argumentasi tersebut dapat diterima dengan baik oleh MK dan pada akhirnya MK memutuskan menolak permohonan uji materi oleh Perindo tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.