Lima provinsi dengan jumlah perusahaan kelapa sawit terbanyak adalah Sumatera Utara (328 perusahaan), Riau (192 perusahaan), Kalimantan Barat (175 perusahaan), Kalimantan Tengah (145 perusahaan), dan Sumatera Selatan (138 perusahaan).
Berikut ini peta persebaran perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang dicatat dalam Direktori Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit BPS tahun 2015.
Data tersebut cukup menjelaskan, kenapa Asia Tenggara menderita darurat kabut asap akibat kebakaran hutan Indonesia sepanjang 2013. Selama Juni 2013, mayoritas kebakaran yang terjadi terpusat di Provinsi Riau, Pulau Sumatera, Indonesia (WRI, 2014).
Bukti lainnya, bila pada 2004 terdapat 5.284.723 hektar total perkebunan kelapa sawit di Indonesia, pada 2014 luas area tersebut menjadi 10.754.801 ha. Total produksi sawit ikut meningkat dari 2.267.271 ton pada 2004 menjadi 5.855.638 ton pada 2014 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2015).
Dengan kata lain, dalam jangka waktu 10 tahun, jumlah luas lahan perkebunan dan produksi kelawa sawit meningkat hingga 100 persen.
Melihat angka peningkatan yang pesat, tidak heran dalam jangka waktu 10 tahun tersebut, Indonesia sudah dikenal sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia.
Laporan dari Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PAPSI) pada 2014 menyebutkan bahwa produksi kelapa sawit Indonesia mencapai 20.433 ton. Lima negara pengimpor kelapa sawit terbesar adalah India, Uni Eropa, Tiongkok, Pakistan, dan Bangladesh.
Kelapa sawit juga dinilai memberikan andil dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Salah satu faktornya, karena banyak menyerap tenaga kerja.
Pada 2000, terdapat 2.077.916 orang yang bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit. Angka tersebut meningkat jadi 7.988.464 pada 2015 (PAPSI). Belum termasuk lagi sumbangan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas ekspor non-migas terbesar.
Seorang warga yang tinggal di daerah perkebunan kelapa sawit di Samarinda, Kalimantan Timur, mengatakan, "Jalan aspal yang membentang di daerah-daerah kecil rumah saya baru dibangun sejak ada perkebunan kelapa sawit di desa saya. Kami ikut senang karena sawit memberikan dampak pembangunan pada desa kami."
Pengakuan tersebut hanyalah satu dari sekian orang yang merasakan dampak perkebunan kelapa sawit yang merajalela. Entah, mengertikah ia bahwa jalan aspal di desanya mungkin tidak akan bertahan dalam jangka panjang.
Atau, orang awam seperti dia tidak menyadari berapa hektar hutan yang harus dikorbankan untuk membuat jalan desanya menjadi beraspal.
Atau, jangan-jangan di daerah perkebunan kelapa sawit lebih banyak masyarakat yang merasakan hal yang sama seperti di atas.
Menggabungkan problem kelapa sawit dalam konteks keanekaragaman hayati di Indonesia adalah hal yang kompleks. Namun, yang tetap harus ditekankan adalah bagaimana pencarian solusi untuk masalah ini memprioritaskan hajat hidup orang banyak. Bukan hanya para pemilik modal.
Dinda Lisna Amilia, MA
Ketua Dewan Pengawas PPI India
Wakil Kantor Komunikasi PPI Dunia (ppidunia.org)