Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wasekjen Demokrat Anggap Pelaporan Kasus Kudatuli oleh PDI-P Politis

Kompas.com - 27/07/2018, 16:27 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik menilai pelaporan kasus penyerangan Kantor DPP PDI-P pada 27 Juli 1996 bernuansa politis.

Diberitakan sebelumnya, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengadukan peristiwa yang dikena dengan sebutan "Kudatuli" itu ke Komnas HAM, Kamis (26/7/2018) kemarin.

"Laporan itu adalah upaya politik yang sudah kesiangan. Tapi memanfaatkan kasus 27 Juli adalah ritual politik PDI-P sejak Pak SBY (Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono) mengalahkan Ibu Megawati (Soekarnoputri) dalam Pemilu 2004," kata Rachland melalui keterangan tertulis, Jumat (27/7/2018).

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: 27 Juli 1996, Peristiwa Kudatuli

Ia menambahkan, sedianya PDI-P bisa mendesak penyelesaian kasus tersebut pada masa kepresidenan Megawati.

Menurut Rachland, Megawati bisa menggunakan pengaruhnya untuk menginvestigasi. Ia pun menyayangkan sikap Megawati yang memilih diam saat itu dan bahkan mengangkat Sutiyoso, Pangdam Jaya saat kejadian, menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Pada 2004, lanjut Rachland, Megawati justru menghalangi penyidikan Tim Koneksitas Polri atas kasus 27 Juli dengan alasan pemilu sudah dekat.

 Rachland Nashidik.KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR Rachland Nashidik.

Baca juga: PDI-P Susun Laporan dan Adukan Peristiwa 27 Juli 1996 ke Komnas HAM

Ia menambahkan tak ada nama SBY dalam daftar orang yang disangka oleh Tim Koneksitas Polri.

Kesempatan kedua datang saat Negara didesak membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, yang sudah dimulai sejak Bacharuddin Jusuf Habibie menjabat Presiden.

Inisiatif masyarakat sipil mengikuti pengalaman di Afrika Selatan ini menghadapi resistensi. Rachland menyatakan Fraksi PDI-P sejak Megawati menjabat Presiden bukan saja tidak pernah mendukung, tetapi paling keras menolak.

Baca juga: PDI-P Harap Komnas HAM Dukung Pengungkapan Peristiwa 27 Juli 1996

Ia melanjutkan sebagai Ketua Umum PDI-P, Megawati tidak memerintahkan fraksinya menyetujui inisiatif itu. Padahal bila komisi itu terbentuk, menurut Rachland, Megawati mendapat alat yang kuat untuk mengungkap kasus 27 Juli.

"Begitulah, saat para korban 27 Juli masih keras berteriak, Megawati memilih berkompromi demi melindungi kekuasaan politiknya," kata Rachland.

"Jadi nilai sendiri saja apa maksud laporan Hasto (Kristiyanto) ke Komnas HAM itu sekarang, 22 tahun sejak para korban 27 Juli ditinggalkan Megawati," lanjut dia.

Baca juga: Peristiwa 27 Juli dan di Balik Momen Reshuffle Kabinet

Sebelumnya, Hasto mengungkapkan, pihaknya segera mengirimkan surat resmi dan menyusun laporan pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mendorong pengungkapan peristiwa penyerangan kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996.

Penyusunan laporan pengaduan juga akan melibatkan pihak-pihak korban dalam peristiwa ini. Ia juga menjanjikan akan melampirkan bukti-bukti untuk mendukung laporan pengaduan.

"Hari ini surat akan langsung segera kami kirimkan. Termasuk perwakilan para korban juga tadi menyertai kami dan juga untuk membuat laporan pengaduan," kata Hasto di gedung Komnas HAM, Jakarta, Kamis (26/7/2018) sore.

Baca juga: Direktur YLBHI: Hanya Presiden Jokowi yang Mampu Selesaikan Kasus 27 Juli 1996

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com