Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politikus PDI-P: Masyarakat Juga Bisa Menilai Sendiri...

Kompas.com - 26/07/2018, 21:27 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekjen DPP PDI-Perjuangan Eriko Sotarduga mengatakan, partainya selalu membuka kesempatan yang sama bagi semua partai untuk bergabung dalam koalisi.

Hal tersebut dapat dilihat dari keterbukaan Presiden Jokowi untuk melakukan penjajakan politik dengan berbagai parpol.

“Masyarakat juga bisa melihat sendiri apakah memang ada hal-hal lain (atau perlakuan berbeda) yang dilakukan oleh Pak Jokowi (terhadap partai tertentu)? Kami rasa tidak ada. Pak Jokowi memberikan kesempatan yang sama, bertemu dengan semua ketua umum partai,” jelas Eriko di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/7/2018).

Baca juga: PDI-P Tegaskan Koalisi Pendukung Jokowi Solid Hadapi Pilpres 2019

Dikatakan olehnya, Megawati sebagai ketua umum juga tidak terlalu mencampuri urusan terkait koalisi ini.

Sebagai ketua umum, Megawati akan memberikan pendapat ketika ditanya. Namun, Mega pun tidak akan memaksakan kemauannya.

Ke depannya, PDI-P mengatakan bahwa hasil akhir dapat dilihat melalui hasil pilpres nanti. Partai yang berlogo banteng ini menyerahkan keputusan terkait pemimpin negara pilihan di tangan masyarakat.

Baca juga: PDI-P: Kalau SBY Gagal Berkoalisi dengan Jokowi, Jangan Bawa-bawa Megawati

Mereka akan fokus untuk memenangkan hati publik melalui pasangan capres dan cawapres yang diusungnya nanti.

“Sebenarnya kan nanti yang memilih ini (capres-cawapres) kan rakyat. Nah, mari kita ambil hati rakyat. Mari kita meyakinkan rakyat terhadap pilihannya bahwa itu pilihan yang tepat dan benar,” kata Erico.

Sebelumnya, SBY mengatakan, hubungannya dengan Megawati merupakan penghambat bergabungnya Demokrat dalam koalisi pendukung Presiden Jokowi di Pilpres 2019.

Baca juga: PDI-P Sebut Hambatan Koalisi Demokrat dengan Jokowi karena Tawaran Terlalu Tinggi

Konflik antara Megawati dengan SBY berawal dari niat SBY maju Pilpres 2004. Saat itu, Megawati menjabat sebagai presiden dan SBY menjabat Menko Polhukam.

Singkat cerita, SBY kemudian mundur sebagai menteri lalu mendeklarasikan Partai Demokrat. SBY kemudian maju sebagai capres bersama Jusuf Kalla, kemudian memenangi Pilpres 2004.

Saat itu, pasangan SBY-JK mengalahkan Megawati sebagai petahana yang berpasangan dengan tokoh Nahdlatul Ulama, Hasyim Muzadi.

Kompas TV Namun Partai Demokrat membantah jika hal itu hanya perasaan SBY semata.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com