Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Argumen Kubu Jusuf Kalla Ini Dinilai Mengada-ada

Kompas.com - 26/07/2018, 17:40 WIB
Yoga Sukmana,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai argumen kuasa hukum Wakil Presiden Jusuf Kalla sangat lemah. Argumen itu terkait dengan keputusan Kalla menjadi pihak terkait uji materi Pasal 169 huruf N Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Kuasa Hukum Pak JK sedang membangun argumen pertama, Wapres itu pembantu Presiden seperti menteri. Pemegang kekuasaan pasal 7 UUD itu hanya Presiden," ujarnya dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (21/7/2018).

"Menurut saya ini adalah tafsiran, aduh saya enggak enak ngomongnya, tapi mengada-ngada," sambung perempuan pendiri dan dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera itu.

Baca juga: Ketua KPU Nilai Jusuf Kalla Sudah Jabat Dua Periode, tetapi...

Berdasarkan ketatanegaraan, kata dia, presiden dan wapres berada dalam satu lembaga yakni lembaga Kepresidenan. Oleh karena itu, kedua jabatan tersebut merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan.

Namun, kubu Kalla dinilai mencoba untuk menyamakan jabatan Wapres dengan menteri. Padahal, kata Bivitri, walaupun sama-sama pembantu Presiden, namun dua hal berbeda secara konteks.

Kedua, kubu Kalla juga dinilai sedang membangun argumen bahwa Wapres bukanlah jabatan yang kurang signifikan. Ia mengingatkan, seorang Mohammad Hatta sempat mengeluarkan meklumat pada November 1945.

Baca juga: Jusuf Kalla Ungkap Alasan Bersedia Dicalonkan Lagi Jadi Cawapres

Maklumat itu mendorong pembentukan partai politik sebagai bagian dari demokrasi. Bahkan, kemudian maklumat itu dinilai tonggak awal demokrasi Indonesia.

"Kalau orang hukum tata negara  belajar sejarah ketatanegaraan. Sejarah ketatanegaraan kita bilang tidak betul, itu (peran wapres itu) naik turun. Jadi argumen itu dengan mudah bisa dipatahkan," kata dia.

Ketiga, kubu Kalla juga dinilai coba membangun argumen sejarah. Namun menurut Bivitri, berdasarkan intensi konstitusional pasca reformasi, risalah amandemen sudah jelas menjawabnya.

"Jelas sekali instensinya untuk membatasi batasan presiden dan wakil presiden karena reformasi. Jadi semangat membatasi itu sangat kuat," ucap Bivitri.

"Pada November 1998 sudah keluar ketetapan MPR Nomor 13 tahun 1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden dan itu hanya 1 pasal yang persis dengan pasal 7 UUD," sambung dia.

Kompas TV Simak dialognya dalam Sapa Indonesia Malam berikut ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Nasional
Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Nasional
Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Nasional
Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Nasional
Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com