Lebih tepatnya: total taburan bintang ada 54 bintang film, bintang sinetron, penyanyi, bintang iklan dan sejenisnya.
Terbanyak ada di Nasdem sebanyak 27 orang; disusul PDI-P 13 orang; kemudian PKB 7 orang; Berkarya 5 orang; PAN, Demokrat, Golkar masing-masing 4 orang; Perindo dan Gerindra masing-masing 3 orang; dan PSI 1 orang. Sementara terbanyak transfer politisi adalah dari Hanura ke Nasdem yang disebabkan konflik internal Hanura.
Yang mencengangkan adalah: Kapita Ampera, pengacara dan orang dekat Rizieq Shihab, menjadi caleg dari PDI-P untuk Dapil Sumbar dan Yusuf Supendi, pendiri PKS, menjadi caleg dari PDI-P untuk Dapil Bogor.
Publik sangat jelas melihat dan menengarai dua sosok tokoh tersebut sangat kontroversial dan vokal selama ini berdiri di sisi berlawanan di manapun pemerintah berada. Namun sekali lagi berlaku, konon katanya dalam dunia politik tak ada lawan ataupun kawan abadi, yang ada adalah kepentingan bersama.
Yang tak kalah menggemparkan adalah jajaran menteri yang masih menjabat, beramai-ramai nyaleg juga: Puan Maharani (Menko PMK) dari PDI-P Dapil Jateng V; Yasonna Laoly (Menhum HAM) dari PDI-P Dapil Sumut II; Hanif Dhakiri (Menaker) dari PKB Dapil Depok; Imam Nahrowi (Menpora) dari PKB Dapil Jakarta Timur; Eko Putro S (Menteri DPDT) dari PKB Dapil Bengkulu; Lukman Hakim (Menag) dari PPP Dapil Jabar VI; Asman Abdur (Menpan) dari PAN Dapil Riau; Nusron Wahid (Kepala BNP2TKI) dari Golkar Dapil Jateng II.
Kenapa ini terjadi? Rupanya disebabkan oleh ini: Presidential Threshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional dan Parliamentary Threshold 4 persen (naik dari sebelumnya 3,5 persen).
Tidak heran parpol berlomba menangguk perolehan suara. Nasdem dengan latar belakang pengalaman mengelola media, nampaknya aura pengelolaan parpolnya seperti pengelolaan media, figur publik, bintang dan rating; demikian juga dengan PDI-P sebagai partai penguasa harus mengukuhkan posisinya dengan menangguk suara semaksimal mungkin; terlihat dari dua tokoh yang berseberangan pun akhirnya nyaleg dengan kendaraan PDI-P.
Baca juga: Caleg Artis Meningkat Akibat Kompetisi Pemilu Semakin Sengit
Yang menjadi momok bagi parpol adalah perubahan cara perhitungan peroleh kursi dewan. Perhitungan sebelumnya yang menggunakan Kuota Hare diubah menjadi Metode Sainte Lague Murni, yang diperkenalkan oleh ahli matematika asal Perancis, Andre Sainte Lague.
Ilustrasi:
Misal dalam Pemilu Legislatif 2019 di Dapil X perolehan suara:
1. Partai A: 220.000
2. Partai B: 100.000
3. Partai C: 30.000
4. Partai D: 25.000
5. Partai E: 3.000
Hitungan dengan Metode Kuota Hare (Pemilu 2014)
Misal jatah 4 kursi dengan harga 1 kursi 200.000 suara. Jadi Perolehan Kursi:
1 KURSI PERTAMA : UNTUK Partai 1
1. Partai A: 1 kursi sisa 20.000
2. Partai B: 0 kursi sisa 100.000
3. Partai C: 0 kursi sisa 30.000
4. Partai D: 0 kursi sisa 25.000
5. Partai E: 0 kursi sisa 3.000
Karena masih ada sisa 3 kursi, sisa kursi diberikan kepada perolehan terbanyak yaitu partai B, partai C, Partai D.
Sehingga hasil akhirnya: Partai A, B, C dan D masing-masing satu kursi.
Hitungan dengan Metode Sainte Lague Murni
1. Partai A meraih 220.000 suara.
2. Partai B meraih 100.000 suara.
3. Partai C meraih 30.000 suara.
4. Partai D meraih 25.000 suara.
5. Partai E 3.000 suara.
*Kursi Pertama*
Maka kursi pertama didapat dengan pembagian 1.
1. Partai A 220.000/1 = 220.000
2. Partai B 100.000/1 = 100.000
3. Partai C 30.000/1 = 30.000
4. Partai D 25.000/1 = 25.000
5. Partai E 3.000/1 = 3.000