JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah partai politik (Parpol) nekat mendaftarkan bakal caleg mantan narapidana kasus korupsi untuk pemilhan legislatif (Pileg) 2019. Padahal, sudah ada aturan KPU yang melarangnya.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyarankan agar KPU menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Bisa meminta bantuan KPK dan Kejaksaan untuk melihat check list mantan koruptor, baik langsung maupun online " ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (20/7/2018).
Menurut Fickar, sangat penting KPU dan Kejaksaan digandeng karena kedua lembaga itu punya informasi lengkap soal para mantan narapidana kasus korupsi.
Baca juga: Eks Napi Korupsi Ngotot Nyaleg karena Anggap PKPU Langgar Konstitusi
Dengan menggandeng KPK dan Kejaksaan, Fickar berharap KPU tidak kecolongan menerapkan mantan narapidana korupsi sebagai calon legislatif.
Saat ini, kata dia, KPU sudah memasuki tahapan verifikasi berkas para caleg yang sudah diserahkan oleh partai politik.
Komisioner KPU Ilham Saputra menjelaskan dalam proses verifikasi ada dua bagian yakni verifikasi kelengkapan dan verifikasi keabsahan.
Baca juga: Mantan Napi Korupsi Diusung Golkar Jadi Caleg atas Aspirasi Kader
Verifikasi pertama meliputi pegecekan dokumen mulai dari ijazah hingga dokumen caleg bukan mantan napi koruptor.
Bila nanti mendapatkan bukti ada caleg yang terbukti mantan napi kasus korupsi, KPU akan mengembalikannya kepada parpol untuk menggantinya.
"Jadi lembali ke partai. Partai politik mau bersih atau tidak kan kami ada pakta integritas, nanti silahkan dinilai apakah partai yang mencalonkan caleg-caleg yang kurupsi itu bagaimana," tutur Ilham, Kamis (19/7/2018).