Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Nilai Kesaksian Boediono dan Todung Perkuat Dakwaan Syafruddin

Kompas.com - 20/07/2018, 09:17 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menilai kesaksian Boediono dan Todung Mulya Lubis dalam sidang terdakwa mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/7/2018) semakin memperkuat dakwaan terhadap Syafruddin.

Dalam sidang kemarin, Boediono dihadirkan dalam kapasitasnya sebagai mantan Menteri Keuangan dan anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Sementara Todung dihadirkan sebagai mantan anggota tim bantuan hukum KKSK.

"Kami pandang kedua saksi ini membuat kuat dalil-dalil yang diajukan KPK sejak dari dakwaan BLBI dengan terdakwa SAT (Syafruddin), misal terbukti menurut pandangan kami di persidangan bahwa sebenarnya ada peran terdakwa tentang usulan penghapusan piutang petani tambak cukup signifikan saat itu," kata Febri di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (19/7/2018).

"Dan bahkan terungkap di persidangan tidak pernah ada persetujuan dari rapat kabinet untuk menghapuskan piutang dari Sjamsul Nursalim (pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia) tersebut," sambungnya.

Baca jugaMenurut Boediono, Megawati Tak Salah Terbitkan Inpres untuk Penerima BLBI

Dalam persidangan, kata Febri, juga terungkap adanya misrepresentasi yang dilakukan Sjamsul Nursalim. Dalam kesaksian kemarin, Todung mengakui hasil kajian menemukan fakta bahwa Sjamsul melakukan misrepresentasi dalam menampilkan piutang BDNI ke petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.

Utang petambak itu sebesar Rp 4,8 triliun sebenarnya dalam kondisi macet. Selain itu, Sjamsul tidak mengungkapkan bahwa utang para petambak dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Menurut Todung, TBH pernah meminta agar Sjamsul Nursalim tidak diberikan release and discharge.

"Fakta-fakta yang muncul di persidangan BLBI semakin kuat bukti dugaan SKL (Surat Keterangan Lunas) diterbitkan terdakwa dalam keadaan utang belum lunas secara keseluruhan sehingga kerugian negara besar 4,58 triliun," kata dia.

Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada BDNI. Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.

Baca jugaKPK Pelajari Kesaksian Kwik Kian Gie soal Peran Megawati dalam SKL BLBI

Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.

Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.

Kompas TV Mantan Menteri Keuangan Boediono menjadi saksi dalam kasus BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com