KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menjajal Light Rail Transit (LRT) di Palembang, SUmatera Selatan.
Secara resmi, LRT Palembang akan beroperasi pada 10 Agustus 2018, sebagai salah satu transportasi pendukung pelaksaan Asian Games yang juga berlangsung di Palembang, 18 Agustus 2018.
LRT Palembang memiliki panjang 22,3 meter dengan melintasi 13 stasiun. LRT ini terdiri dari 8 train set.
Enam train set siap dioperasikan dan dua train set cadangan. Masing-masing train set terdiri dari 3 kereta dengan kapasitas kondisi nyaman 346 orang.
Beroperasinya LRT di Palembang menandai perkembangan perkeretaapian di Pulau Sumatera.
Jika melihat ke belakang, seperti apa kisah perkeretaapian di Sumatera?
Pada masanya, di pulau ini, kereta api menjadi moda transportasi andalan untuk kepentingan pengangkutan hasil perkebunan.
Kereta api di Sumatera Barat
Perkembangan kereta api di Sumatera Barat (Sumbar) pada awalnya digunakan untuk distribusi kopi dari daerah Bukit Tinggi, Payakumbuh, Tanah Datar maupun Pasaman ke pusat perdagangan di Padang.
Selanjutnya, seiring berjalannya waktu, ada penambahan akses untuk mempermudah pengangkutan batu bara di daerah Sawah Lunto.
Rencana ini dipermudah dan disanggupi oleh pihak kolonial Belanda yang ketika itu mengetahui adanya penambangan batu bara dengan kualitas baik.
Pada 1891, dibangun rel kereta api dari Teluk Bayur menuju Sawah Lunto yang dimulai dari Stasiun Pulo Aer ke Stasiun Padang Panjang sepanjang 17 km.
Dengan dibangunnya akses ini, dimulailah perkeretaapian di Sumatera Barat. Sumatra Staats Spoorwegen (SSS) merupakan pelopor dalam pembangunan jalur tersebut.
Dalam perkembangannya, jalur kereta api sepanjang 240 kilometer dibangun di Sumatera Barat.
Setelah kemerdekaan, perkembangan kereta api semakin baik sejak berdirinya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia dengan perusahaan kereta api swasta yang tergabung dalam SS/VS (Staatsspoorwagen/Vereningde Spoorwagenbedrijf).