Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Dibukanya Keran Ambang Batas Pencalonan Presiden..

Kompas.com - 13/07/2018, 08:01 WIB
Reza Jurnaliston,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Setidaknya sudah ada 2 pemohon yang mengajukan uji materi untuk Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Presidential Threshold mewajibkan parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres pada 2019.

Meski datang dengan latar belakang yang berbeda, harapan mereka sama yaitu, agar pemilihan presiden 2019 tidak hanya diisi oleh satu dua calon saja, tapi bisa beragam dan mewakili berbagai kepentingan.

Baca juga: Presidential Threshold Kembali Digugat, Dianggap Mengebiri Hak Konstitusional Pemilih Pemula

“Kita ini bangsa plural dan tak bisa mengarahkan cepat kepada dua koalisi, karena memang desain konstitusi kita itu dua ronde pemilihan presiden,” kata mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Kamis (12/7/2018).

Menurut Jimly, idealnya konstestasi pilpres memang diikuti oleh beragam calon.

Hal tersebut untuk meminimalisir potensi calon tunggal dan bagi majunya kehidupan demokrasi di Indonesia.

“Jadi kalo dalam prakteknya tidak bisa lebih dari dua paslon, berarti ada masalah,” kata dia Jimly.

Baca juga: Jimly: 20 Persen Ambang Batas Pencapresan Tidak Haram, tetapi...

Kendati demikian, bukan berarti masalah tersebut karena adanya ambang batas alias Presidential Threshold.

Sebab, aturan tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi.

“Selama ini, pada awal dulu-dulu jaman saya, ambang batas itu tidak melanggar konstitusi. Itu soal kesepakatan undang-undang, menyangkut pilihan kebijakan yang boleh saja tidak haram, 20 persen pun tidak haram, cuma makruh, artinya bukan inkonstitusional,” tambahnya.

MK pun diharapkan segera mempercepat proses sidang uji materi tersebut. Ini untuk memberi kepastian soal pencapresan di Pemilu 2019.

Baca juga: Pemohon Minta MK Putuskan Nasib Presidential Threshold Sebelum 4 Agustus

Seperti diketahui, pendaftaran capres dan cawapres berlangsung dari 4 - 10 Agustus 2018.

Dengan diputuskan sebelum pembukaan pendaftaran, maka diharapkan putusan yang diketok MK sudah bisa berlaku untuk Pilpres 2019.

“MK lebih cepat memutus lebih baik, sebelum tanggal 5. Tetapi seandainya dia memilih sesudah tanggal 10 dampak efektifnya sudah seharusnya nanti 2024 bukan di 2019 karena pendaftaran sudah selesai,” ujar Jimly.

Baca juga: PKS Dukung Pasal Ambang Batas Pencalonan Presiden Diuji Lagi ke MK

Jimly menuturkan, ada opsi jika MK belum mengabulkan gugatan pemohon tersebut. Misalnya, mengubah ambang batas jangan 20 persen tetap 10 persen saja.

Halaman:


Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com