Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Presidential Threshold" Kembali Digugat, Dianggap Mengebiri Hak Konstitusional Pemilih Pemula

Kompas.com - 13/07/2018, 07:02 WIB
Diamanty Meiliana

Editor

Sumber ANTARA

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketentuan mengenai ambang batas pencalonan presiden kembali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh perorangan warga Indonesia bernama Muhammad Dandy, meskipun sebelumnya uji untuk ketentuan ini sudah pernah diputus.

"Pemberlakuan Pasal 222 Undang Undang Nomor 72 Tahun 2017 telah nyata-nyata merugikan hak konstitusional pemohon sebagai pemilih pemula atau pemilih milenial yang tidak pernah memberikan mandat atau suara kepada partai-partai pada pemilihan umum tahun 2014 untuk mengusulkan calon presiden dan wakil presiden," ujar kuasa hukum pemohon, Unoto Dwi Yulianto di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (12/7/2018), dikutip dari ANTARA.

Baca juga: Pengamat Pesimistis soal Uji Materi Presidential Threshold di MK

Pemohon berpendapat sebagai pemilih, tentu berhak mendapatkan alternatif sebanyak-banyaknya calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden maksimal, sebanyak jumlah partai politik yang telah diverifikasi oleh KPU dan dinyatakan dapat mengikuti pemilihan umum.

"Banyaknya calon presiden dan wakil presiden berbanding lurus dengan upaya demokrasi yang mencari pemimpin yang terbaik dari yang baik, sehingga semakin banyak pilihan akan membuat rakyat Indonesia termasuk pemohon mendapatkan manfaat dalam menentukan pilihan," ujar Unoto.

Baca juga: Pemohon Minta MK Putuskan Nasib Presidential Threshold Sebelum 4 Agustus

Pemohon dalam dalilnya menjelaskan, pihaknya baru pertama kali memilih untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019.

Sehingga, bila ketentuan a quo berlaku maka berpotensi menghilangkan hak konstitusional pemilih pemula untuk mendapatkan banyaknya alternatif calon pemimpin.

"Mekanisme berdasarkan hasil pemilu sebelumnya jelas merugikan dan mengebiri hak-hak konstitusional pemilih pemula termasuk pemohon karena pemohon tidak pernah memberikan mandat atau suaranya kepada partai politik mana pun pada pemilihan umum tahun 2014," kata Unoto.

Baca juga: Ramai-ramai Menolak Presidential Threshold...

Karena pemilihan umum tahun 2019 dilakukan secara serentak, pembuat undang-undang tidak perlu menetapkan ambang batas pencalonan presiden dengan merujuk pada hasil pemilihan umum sebelumnya karena sangat berpotensi melanggar hak- hak konstitusional pemilih pemula atau milenial, khususnya pemohon.

Lebih lanjut pemohon berpendapat bahwa ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bukanlah kebijakan hukum yang bersifat terbuka (open legal policy).

Baca juga: MK Didorong Putuskan Uji Materi Presidential Threshold Sebelum Pilpres

"Karena menurut hemat kami justru bersifat kebijakan tertutup dan bahkan limitatif, sehingga jelas bertentangan dengan ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang hanya mensyaratkan pencalonan presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik," jelas Unoto.

Oleh sebab itu pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan ketentuan a quo bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Kompas TV Simak dialognya dalam Sapa Indonesia Malam berikut ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Ahmad Ali Akui Temui Prabowo untuk Cari Dukungan Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com