JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusaha Imran S Djumadil dan mantan Kepala Balai Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran Hi Mustary, bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (11/7/2018). Keduanya bersaksi untuk terdakwa Bupati nonaktif Halmahera Timur, Rudy Erawan.
Dalam persidangan, Imran mengaku pernah dihubungi oleh Rudy pada Januari 2016. Saat itu, Rudy meminta agar para pengusaha memberikan uang yang akan digunakan oleh kader PDI Perjuangan Maluku dalam membiayai ongkos menghadiri Rapat Kerja Nasional di Jakarta.
Saat itu, Rudy Erawan adalah Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Maluku Utara.
"Beliau dengan pengurus (PDI Perjuangan) akan datang ke Jakarta. Minta bantu akomodasi dan tiket untuk pengurus," ujar Imran kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Bupati Halmahera Timur Didakwa Terima Suap Rp 6,3 Miliar
Menurut Imran, atas permintaan itu, dia berkoordinasi dengan Amran Hi Mustary. Amran meminta agar Imran menghubungi sejumlah kontraktor agar dapat memenuhi permintaan Rudy.
Pada akhirnya, Imran mendapat uang Rp 200 juta dari dua kontraktor, Alfred dan Abdul Khoir. Masing-masing memberikan Rp 100 juta.
Uang tersebut kemudian diserahkan kepada keponakan Rudy, Muhammad Arnes di kantin Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Baca juga: Kolusi Bupati Halmahera Timur di Kementerian PUPR Libatkan Politisi PDI-P
Hal itu juga dibenarkan oleh Amran. Dia menyaksikan sendiri uang tersebut diserahkan kepada Arnes.
"Ya itu benar, waktu itu Arnes yang datang," kata Amran.
Dalam kasus ini, Rudy Erawan didakwa menerima suap Rp 6,3 miliar. Suap itu terkait bantuan Rudy untuk menjadikan Amran HI Mustary sebagai salah satu pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).