Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Pesimistis soal Uji Materi "Presidential Threshold" di MK

Kompas.com - 08/07/2018, 18:19 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi pesimistis dengan kelanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden.

Hal itu disampaikan Veri menanggapi alasan yang disampaikan para penggugat yang berkeinginan agar presidential threshold dihapuskan.

"Alasan barunya kan kaitannya dengan pemilu serentak. Ya ini sebagai informasi saja bahwa kami sebelumnya sebagai pemohon di MK terkait pasal yang sama," kata Veri di kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta, Minggu (8/7/2018).

"Dan soal ambang batas sebenarnya, pemilu serentak dan PT itu sudah diargumentasikan dalam permohonan sebelumnya," ucap dia.

Baca juga: Penggugat "Presidential Threshold" Ajukan Argumentasi Tambahan ke MK

Dengan demikian, ia menilai belum ada argumen baru yang disampaikan pemohon sehingga hasilnya akan berujung pada penolakan MK.

"Jadi menurut saya belum ada hal yang baru. Tapi kita berharap, lah," ucap Veri.

"Sebenarnya kan semangatnya sama dengan kami, 0 persen (tanpa ambang batas). Tapi kalau lihat teknisnya di MK menurut saya agak berat," kata dia.

Sebelumnya, sebanyak 12 orang pemohon uji materi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengajukan argumentasi tambahan ke Mahkamah Konstitusi.

Hal itu untuk memenuhi syarat perbaikan dalam sidang pendahuluan beberapa waktu silam.

"Kami berusaha secepat mungkin memperbaiki permohonan dengan memerhatikan masukan-masukan dari sidang pendahuluan yang telah kami lakukan. Karena kami ingin juga MK melanjutkan proses persidangan ini dengan cepat," ujar salah satu pemohon, Hadar Nafis Gumay di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (6/7/2018).

Baca juga: Perludem Optimis MK Kabulkan Uji Materi "Presidential Threshold"

Menurut Hadar, dasar argumentasi yang diajukan hampir sama dengan permohonan sebelumnya.

Namun, pemohon menambah argumentasi lain yang belum pernah digunakan pada uji materi sebelumnya.

Argumentasi tambahan itu merupakan Pasal 6A Ayat 3 dan 4 Undang-Undang Dasar 1945.

Bunyi ayat 3: Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan wakil presiden.

Sementara ayat 4: Dalam hal tidak ada pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai presiden dan wakil presiden.

"Di dua ayat tersebut sangat jelas pemilihan kita seperti apa, yaitu sistem pemilihan dua putaran. Dimana kalau pasangan presiden dan wakil presiden tidak bisa ditetapkan, maka harus digelar pemilihan putaran kedua," kata Hadar.

Dalam dua ayat tersebut, kata dia, memungkinkan adanya keragaman pasangan calon presiden dan wakil presiden. Hal itu yang dinilainya bertentangan dengan kondisi pemilihan belakangan ini yang hanya diikuti oleh sedikit pasangan.

"Padahal sistem dua putaran kita itu dibuka konstitusi kita untuk banyak menerima banyak pasangan calon yaitu seperti Pasal 6A di ayat 1 dan 2-nya, dimana diajukan partai politik baik sendiri atau gabungan peserta pemilu," ujar Hadar.

"Jadi sinkron sekali pengaturan dalam konstitusi kita ini, bahwa yang mengajukan bisa banyak dan sistem pemilihannya dua pemutaran yang membuka luas pasangan calon bisa banyak," tuturnya.

Kompas TV Ketentuan ambang batas pencalonan presiden kembali digugat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com