Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dito Ariotedjo
Ketua Umum Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPI)

Ketua DPP Partai Golkar Bidang Inovasi Sosial Politik, Ketua Umum Angkatan Muda Pembaruan Indonesia (AMPI)

Refleksi Persatuan Pasca-Pilkada Serentak

Kompas.com - 05/07/2018, 17:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bangsa tersebut dibangun di atas banyak sekali golongan, penganut agama dan budaya yang berbeda-beda, yang bersepakat bekerja sama dan saling memakmurkan secara permanen. Pagar tersebut menjadi pembeda yang nyata antara Bangsa Indonesia dengan bangsa lain.

Nah, tugas generasi saat ini adalah menjaga batas yang telah ditetapkan tersebut. Ada prinsip-prinsip yang harus tetap menjadi identitas dari Indonesia, utamanya prinsip persatuan di atas kebinekaan. Jika prinsip-prinsip itu hilang, maka hilang pula Indonesia.

Adalah benar kata Presiden ke-40 Amerika Serikat Ronald Reagan, "Jika sebuah bangsa tidak mampu menjaga batasnya, maka ia tidak bisa disebut sebagai sebuah bangsa."

Barangkali Reagan mengacu pada batas fisik, yaitu perbatasan wilayah. Namun, boleh jadi juga tidak karena sifat bangsa tidak selamanya sama dengan sifat negara yang lebih banyak parameter fisiknya.

Definisi bangsa lebih bersifat abstrak dan merupakan kesepakatan antara banyak pihak. Seperti kata Benedict Anderson dalam Imagined Communities (1983), batas sebuah bangsa adalah kesadaran kolektif sekelompok orang mengenai nilai dan kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat sejak pendirian bangsa tersebut.

Bung Karno pada pada awal kemerdekaan, dalam pidatonya selalu menekankan bahwa Indonesia mengusung semangat nasionalisme dengan tidak mengedepankan identitas primordial berupa etnik, agama maupun golongan kebangsawanan.

Itu kemudian menjadi salah satu prinsip dasar yang kita konstitusikan. Itulah yang sebenarnya susah payah ditegaskan mulai dari zaman Budi Utomo sampai Sumpah Pemuda.

Prinsip dasar diturunkan dalam batas kesadaran bahwa persatuan dan kesatuan yang berbasis ke-Indonesia-an adalah pembeda kita dengan orang dari bangsa lain.

Dengan sesama Melayu di Malaysia, misalnya, dengan sesama orang Jawa di Suriname, misalnya, atau dengan orang Ambon di Belanda, misalnya. Tanpa persatuan dan kesatuan di dalam kemajemukan, tidak ada lagi Indonesia.

Kemajemukan adalah saudara sejiwa dalam fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang ada saat ini.

Maka dari itu, setelah gontok-gontokan pasca pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak, semangat persatuan dan pagar batas tersebut perlu ditegaskan kembali, agar spirit "perbedaan dan kebebasan" tidak merembes menjadi spirit perpecahan.

Untuk itu, penting sekali melakukan reaktualisasi prinsip dan pagar kebangsaan. Apalagi saat ini ada sebagian oknum atau kelompok yang berusaha membongkar pagar dan kemudian menghancurkan prinsip landasannya.

Konon, mereka adalah sebagian orang yang ingin mengubah kesepakatan dan konsensus bersama tentang Indonesia yang majemuk dan nasionalis.

Sebagaimana sering diceritakan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di masa menjelang kemerdekaan Indonesia bahwa para pendiri bangsa dengan sangat sadar bersepakat untuk mendirikan negara untuk semua, bukan untuk satu atau beberapa kelompok saja.

Adapun para perusak bangsa yang nampak akhir-akhir ini berusaha mengarahkan Indonesia hanya untuk satu golongan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com