Bangsa tersebut dibangun di atas banyak sekali golongan, penganut agama dan budaya yang berbeda-beda, yang bersepakat bekerja sama dan saling memakmurkan secara permanen. Pagar tersebut menjadi pembeda yang nyata antara Bangsa Indonesia dengan bangsa lain.
Nah, tugas generasi saat ini adalah menjaga batas yang telah ditetapkan tersebut. Ada prinsip-prinsip yang harus tetap menjadi identitas dari Indonesia, utamanya prinsip persatuan di atas kebinekaan. Jika prinsip-prinsip itu hilang, maka hilang pula Indonesia.
Adalah benar kata Presiden ke-40 Amerika Serikat Ronald Reagan, "Jika sebuah bangsa tidak mampu menjaga batasnya, maka ia tidak bisa disebut sebagai sebuah bangsa."
Barangkali Reagan mengacu pada batas fisik, yaitu perbatasan wilayah. Namun, boleh jadi juga tidak karena sifat bangsa tidak selamanya sama dengan sifat negara yang lebih banyak parameter fisiknya.
Definisi bangsa lebih bersifat abstrak dan merupakan kesepakatan antara banyak pihak. Seperti kata Benedict Anderson dalam Imagined Communities (1983), batas sebuah bangsa adalah kesadaran kolektif sekelompok orang mengenai nilai dan kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat sejak pendirian bangsa tersebut.
Bung Karno pada pada awal kemerdekaan, dalam pidatonya selalu menekankan bahwa Indonesia mengusung semangat nasionalisme dengan tidak mengedepankan identitas primordial berupa etnik, agama maupun golongan kebangsawanan.
Itu kemudian menjadi salah satu prinsip dasar yang kita konstitusikan. Itulah yang sebenarnya susah payah ditegaskan mulai dari zaman Budi Utomo sampai Sumpah Pemuda.
Prinsip dasar diturunkan dalam batas kesadaran bahwa persatuan dan kesatuan yang berbasis ke-Indonesia-an adalah pembeda kita dengan orang dari bangsa lain.
Dengan sesama Melayu di Malaysia, misalnya, dengan sesama orang Jawa di Suriname, misalnya, atau dengan orang Ambon di Belanda, misalnya. Tanpa persatuan dan kesatuan di dalam kemajemukan, tidak ada lagi Indonesia.
Kemajemukan adalah saudara sejiwa dalam fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara yang ada saat ini.
Maka dari itu, setelah gontok-gontokan pasca pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak, semangat persatuan dan pagar batas tersebut perlu ditegaskan kembali, agar spirit "perbedaan dan kebebasan" tidak merembes menjadi spirit perpecahan.
Untuk itu, penting sekali melakukan reaktualisasi prinsip dan pagar kebangsaan. Apalagi saat ini ada sebagian oknum atau kelompok yang berusaha membongkar pagar dan kemudian menghancurkan prinsip landasannya.
Konon, mereka adalah sebagian orang yang ingin mengubah kesepakatan dan konsensus bersama tentang Indonesia yang majemuk dan nasionalis.
Sebagaimana sering diceritakan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di masa menjelang kemerdekaan Indonesia bahwa para pendiri bangsa dengan sangat sadar bersepakat untuk mendirikan negara untuk semua, bukan untuk satu atau beberapa kelompok saja.
Adapun para perusak bangsa yang nampak akhir-akhir ini berusaha mengarahkan Indonesia hanya untuk satu golongan.