Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugatan "Presidential Threshold" Pernah Ditolak MK, Pemohon Ajukan Argumen Baru

Kompas.com - 03/07/2018, 11:52 WIB
Ihsanuddin,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Mahkamah Konstitusi meminta pemohon uji materi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) mengajukan argumen baru.

Sebab, pasal 222 dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur mengenai presidential threshold sebelumnya juga sudah pernah diuji materi, namun ditolak oleh MK.

Hakim MK Saldi Isra mengatakan, apabila tidak ada alasan atau argumen baru yang diajukan oleh pemohon, maka nasib uji materi ini akan sama dengan putusan MK terdahulu.

"Kalau tidak ada alasan baru pekerjaan kami sederhana. Formalitas saja, pekerjaan kami selesai," kata Saldi dalam sidang pendahuluan perkara Nomor 49/PUU-XVI/2018 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (3/7/2018).

Baca juga: MK Tolak Uji Materi Presidential Threshold

Majelis hakim meminta pemohon untuk membuat tabel perbandingan yang menunjukkan perbedaan antara uji materi ini dengan permohonan sebelumnya yang sudah ditolak.

"Alasan berbeda lain apa yang bisa diajukan pemohon," kata Saldi.

Salah satu pemohon, Titi Anggraini mengatakan, ada satu perbedaan mendasar yang membedakan uji materi ini dengan permohonan sebelumnya.

Dalam uji materi ini, kata Titi, pemohon menguji pasal 222 UU Pemilu dengan pasal 6a ayat (2) Undang-Undang Dasar yang mengatur syarat pengusulan capres dan cawapres.

Baca juga: Presidential Threshold Kembali Digugat ke MK, Ini Argumentasinya

Dalam pasal itu disebutkan, calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

Tidak ada syarat tambahan mengenai jumlah minimal kursi atau suara yang harus dimiliki parpol atau gabungan parpol.

"Dalam pasal ini tidak ada tafsir selain apa yang sudah diatur. Untuk ambang batas pencalonan presiden dan wapres, tidak dibuka ruang oleh UUD karena secara eksplisit tidak dikenal," kata Titi.

Baca juga: Ramai-ramai Menolak Presidential Threshold...

Oleh karena itu, Titi menilai, ketentuan pasal 222 UU pemilu yang mengharuskan parpol atau gabungan parpol mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden bertentangan dengan pasal 6a ayat (2) UUD.

"Kami tegaskan ambang batas tidak dikenal dalam konstitusi kita dalam pasal 6 a Ayat 2. Dan bukan open legal policy. Bukan kebijakan politik hukum terbuka," ujar dia.

Dengan argumen baru ini, Titi menyakini permohonannya akan dikabulkan oleh Majelis Hakim.

Selain Titi, para pemohon dalam uji materi ini terdiri dari 11 orang lainnya, yakni Busyro Muqoddas, Chatib Basri, Faisal Basri, Danhil Anzhar Simanjuntak, Hadar Nafis Gumay, Hasan Yahya, Feri Amsari, Rocky Gerung, Angga Dwi Sasongko, Bambang Widjojanto dan Robertus Robet.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com