Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Angket Terkait Larangan Pencalegan Eks Koruptor Dinilai Berbahaya

Kompas.com - 03/07/2018, 10:34 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai munculnya wacana hak angket di DPR terhadap Komisi Pemilihan Umum terkait munculnya larangan mencalonkan mantan koruptor sebagai calon legislatif cenderung berbahaya.

Menurut Ray, langkah itu berpotensi mengganggu upaya KPU dalam menciptakan pelaksanaan Pemilu 2019 yang berintegritas.

"Ya inilah ya efek dari wacana angket seperti itu agak berbahaya. Sebab, kalau nanti begitu, akan banyak cara untuk mengganggu kinerja KPU," kata Ray kepada Kompas.com, Selasa (3/7/2018).

Menurut dia, wacana hak angket tersebut tak memiliki urgensi. Ray menjelaskan, KPU hanya berada pada posisi sebagai pembuat kebijakan, bukan pelaksana kebijakan.

Baca juga: PKPU Larangan Koruptor Jadi Caleg, dari Sikap Jokowi hingga Ancaman Angket DPR

Selain itu, ia menilai hak angket bisa digunakan apabila eksekusi kebijakan berdampak buruk atau bertentangan bagi masyarakat luas.

"Apakah ada kebijakan yang bertentangan dengan aspirasi masysrakat? KPU hanya membuat kebijakan, dia tidak mengeksekusi kebijakan itu. Yang diangket itu sejatinya eksekusi atas kebijakan," kata Ray.

Ray menjelaskan, seharusnya pihak-pihak yang keberatan dengan PKPU ini bisa menempuh uji materi ke Mahkamah Agung. Ia menilai wacana hak angket justru tidak pada tempatnya.

"Ya mereka, DPR, silakan saja gugat ke Mahkamah Agung aturan PKPU itu, tapi kalau diangket itu kurang tepat," ujar dia.

Ray menegaskan, salah satu persoalan bangsa ini adalah korupsi. Oleh karena itu, seluruh pihak harusnya tak menunjukkan sikap-sikap kontraproduktif dalam agenda pemberantasan korupsi.

"Jadi kalau kita ragu-ragu memberantas korupsi tentu ya, itu tidak membantu sama sekali," ujarnya.

Baca juga: Ketua KPU Anggap Sah PKPU Larangan Mantan Koruptor Jadi Caleg

Sebelumnya, anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi menyebutkan, saat ini tengah muncul wacana pengajuan hak angket kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Komisi II.

Hak angket tersebut ditujukan kepada KPU terkait munculnya larangan mencalonkan mantan koruptor sebagai caleg.

"(Hak angket) salah satu opsi yang coba kami ambil. Pembicaraan sudah di grup internal Komisi II karena melihat KPU ini sudah terlalu jauh melencengnya," kata Awi, sapaannya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2018).

"Saking emosinya, teman-teman Komisi II bilang 'bisa-bisa KPU nih kita angketkan'. Itu jadi pembicaraan informal dan tidak menutup kemungkinan kalau ini tidak ada penyelesaian, mengental menjadi beneran," ujar Awi.

Baca: Muncul Wacana Hak Angket Terkait Larangan Pencalegan Mantan Koruptor

Ia menambahkan, pengajuan hak angket kepada KPU bukan hal baru. Sebab, Pada tahun 2009, DPR pernah mengajukan hak angket lantaran KPU dinilai bertanggung jawab terkait kesemrawutan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Namun, ia menolak jika usulan hak angket tersebut seolah diajukan DPR demi membolehkan mantan koruptor menjadi caleg.

Ia mengatakan wacana tersebut dimunculkan karena DPR tak ingin KPU melanggar undang-undang dalam membuat PKPU.

Menurut Awi, semestinya niat baik KPU tersebut tidak dibenturkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang membolehkan mantan koruptor menjadi caleg.

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum akhirnya merilis peraturan baru dalam Pemilu Legislatif 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com