JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengkritik sikap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang bersikeras bahwa Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak bisa diundangkan lantaran bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2017 tentang Pemilu dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Padahal, kata Ray, Presiden Joko Widodo sudah menghormati kewenangan KPU dalam menyusun kebijakan tersebut.
"Ya Menkumham ini kan juga dari dulu kan rada-rada jalan sendiri dia. Jadi ya, sejatinya dia mengikuti itu (sikap Presiden Jokowi). Artinya, enggak perlu dia buat pernyataan mendahului keinginan Presiden," ujar Ray kepada Kompas.com, Selasa (3/7/2018).
Ray mengingatkan Yasonna dan kementeriannya berada di bawah perintah Presiden Jokowi. Oleh karena itu, Yasonna dan Kemenkumham seharusnya ikut mewujudkan sikap dan harapan Presiden.
"Artinya kalau Presiden sudah mengatakan menghormati (KPU), ya sejatinya Yasonna Laoly harus menahan diri untuk tak berkomentar," ujar Ray Rangkuti.
"Kalau Presiden belum membuat pernyataan seperti itu ya boleh-boleh saja, begitu loh. Tapi karena kan Presiden sudah buat pernyataan, itu sikap Presiden," kata dia.
Baca juga: PKPU Larangan Koruptor Jadi Caleg, dari Sikap Jokowi hingga Ancaman Angket DPR
Ray menegaskan, salah satu persoalan bangsa ini adalah korupsi. Oleh karena itu, seluruh pihak harusnya tak menunjukkan sikap-sikap kontraproduktif dalam agenda pemberantasan korupsi.
"Jadi kalau kita ragu-ragu memberantas korupsi tentu ya, itu tidak membantu sama sekali," ujarnya.
Sebelumnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengaku belum mengetahui detail terkait kebijakan KPU yang memberlakukan PKPU Nomor 20 tahun 2018 yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon legislator (caleg).
Yasona mengatakan akan segera mempelajari aturan terkait penyelenggaraan pemilu tersebut.
"Aku belum lihat, nanti aku lihat dulu, aku pelajari dulu," ujar Yasonna di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (2/7/2018).
Baca: KPU Berlakukan Larangan Mantan Koruptor "Nyaleg", Ini Kata Menkumham
Yasonna bersikeras bahwa PKPU tersebut tak bisa diundangkan lantaran bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2017 tentang Pemilu dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal 240 Ayat 1 huruf g UU Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
"Kalau dengan undang-undang enggak bisa, tapi kita lihat dulu saya belum lihat ya," kata dia.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo menghormati Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memberlakukan aturan mantan narapidana kasus korupsi tidak boleh mengikuti pemilihan anggota legislatif 2019.
Apabila ada yang keberatan dengan peraturan tersebut, Presiden Jokowi mempersilakan untuk menggunakan mekanisme yang ada, yakni mengajukan uji materi di Mahkamah Agung (MA).
Baca: Jokowi Sebut KPU Berwenang Terbitkan Aturan Sendiri