Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Minta Amnesty Internasional "Fair" Soal Laporan Pembunuhan di Papua

Kompas.com - 02/07/2018, 19:32 WIB
Yoga Sukmana,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

AKARTA, KOMPAS.com - Polri mempertanyakan laporan yang dirilis Amnesty Internasional terkait pembunuhan di luar hukum atau unlawful killings di Papua.

Dalam laporan bertajuk "Sudah, Kasi Tinggal Di Mati: Pembunuhan dan Impunitas di Papua" itu, Amnesty International menemukan 69 kasus pembunuhan di luar hukum di Papua selama Januari 2010 - Februari 2018.

Amnesty Internasional menyebut pembunuhan tersebut dilakukan oleh aparat keamanan, baik TNI, Polri, dan satu kasus oleh Satpol PP.

"Saya minta rekan-rekan melihat ini kasus per kasus. Kembali, Polisi punya tugas berdasarkan hukum, punya SOP (standar operasional prosedur) yang jelas," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto, Jakarta, Senin (2/6/2018).

Baca juga: Amnesty International: Aparat Keamanan Bunuh 95 Orang di Luar Hukum di Papua

Setyo mengatakan, personEl Polri tidak akan sembarangan menembak atau mengambil tindakan yang membuat orang tewas tanpa adanya sebab yang jelas. Setiap tindakan yang diambil pasti atas pertimbangan situasi dan kondisi di lapangan.

Amnesty Internasional juga diminta membuka mata terhadap banyaknya ancaman kelompok bersenjata kepada masyarakat di Papua.

Sebagai petugas keamaman yang harus melindungi masyarakat, personel Polri, kata Setyo, harus mengambil tindakan tegas jika ada kelompok yang membahayakan masyarakat.

Setyo menilai, seharusnya Amnesty Internasional membuka mata bahwa ancaman juga menyasar personil Polri dan TNI di Papua. Oleh karena itu ia mempertanyakan laporan tersebut yang tidak mencatat personil Polri dan TNI yang tewas di tangan kelompok bersenjata di Papua.

Baca juga: Siapa Pelaku Pembunuhan di Luar Hukum di Papua?

"Kemarin ada masyarakat yang tertembak kemudian ada anaknya yang dibacok (oleh kelompok bersenjata), itu harus bagaimana? Apa enggak melanggar HAM?," kata Setyo.

"Apakah Amnesty hanya melihat (korban) aktivis saja? Masyarakat yang lain bagaimana? Polisi yang disana bagaimana? apakah Polisi bukan manusia? TNI bukan manusia? Yang fair dong," sambung dia.

Namun saat ditanya apakah Polri akan merilis data personil Polri yang menjadi korban tewas kelompok bersenjata di Papua, Setyo mengatakan tak akan merilis data itu.

Ia justru "menantang" Amnesty Internasional untuk mencatat data tersebut dan menyampaikannya kepada publik.

Baca juga: Amnesty Internasional Sebut 95 Orang Dibunuh Aparat di Papua, Ini Kata Wiranto

Sebelumnya, Amnesty International melaporkan ada 69 kasus pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Papua selama Januari 2010-Februari 2018. Pembunuhan itu dilakukan oleh aparat keamanan, baik TNI, Polri, maupun Satpol PP.

Meskipun demikian, tidak ada satupun dari kasus-kasus tersebut yang diungkap dalam investigasi kriminal. Selain itu, beberapa di antaranya juga tidak dilakukan pemeriksaan internal.

Padahal, para keluarga korban mengatakan kepada Amnesty International bahwa mereka masih ingin melihat para pelaku pembunuhan orang-orang tercinta mereka dibawa ke pengadilan.

"Dalam 69 insiden yang didokumentasikan dalam laporan tersebut, tidak ada satupun pelaku menjalani investigasi kriminal oleh lembaga independen dari institusi yang anggotanya diduga melakukan pembunuhan," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (2/7/2018).

Kompas TV Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahyanto meninjau keamanan di Papua pasca-Pilkada serentak 27 Juni lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com