JAKARTA, KOMPAS.com — General Manager Penelitian dan Pengembangan (Litbang Kompas) Toto Suryaningtyas mengungkapkan, hasil hitung cepat atau quick count Litbang Kompas dan lembaga survei lainnya pada Pilkada Jawa Tengah dan Jawa Barat menunjukkan sisi lain yang tersembunyi.
Pada hitung cepat Litbang Kompas di Jawa Barat, pasangan Ridwan Kamil-UU Ruzhanul Ulum menang dengan 32,54 persen suara. Pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu memperoleh 29,53 persen suara.
Pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi menempati posisi ketiga dengan perolehan 25,72 persen. Tubagus Hasanudin-Anton Charliyan berada di urutan terakhir dengan perolehan 12,2 persen.
Di Jawa Tengah, pasangan Ganjar Pranowo- Taj Yasin memperoleh 58, 34 persen. Kemudian pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah memperoleh 41,66 persen suara.
Baca juga: Ganjar Akan Peluk Sudirman Said
Dari angka tersebut, ia menyoroti pasangan Sudrajat-Akhmad Syaikhu dan Sudirman-Ida yang mampu mengimbangi kekuatan pasangan pemenang hitung cepat.
"Kalau di wilayah ideologis misal di Jateng yang kandang banteng (PDI-P) itu, dia pertarungannya dengan Islam nasionalis. Di wilayah Jabar ada nuansa itu juga, tapi juga ada nuansa ketokohan," kata Toto kepada Kompas.com di Kantor Kompas Gramedia, Jakarta, Rabu (27/6/2018).
Di Jawa Barat, Ridwan Kamil dengan Deddy Mizwar mencerminkan kaum nasionalis abangan. Namun demikian, unsur nasionalis agama juga cenderung menguat dan terwakili oleh pasangan Sudrajat-Syaikhu. Hal itu dibuktikan dengan kemampuan Sidrajat-Syaikhu mengungguli Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi pada hitung cepat.
"Itu sudah menjelaskan bahwa narasi pertarungan ideologis di Jabar itu masih ada. Bukan hanya pertarungan tokoh," ujarnya.
Baca juga: SBY Duga Faktor Asal Bukan Pendukung Jokowi Angkat Suara Sudrajat-Syaikhu
Toto melihat sejumlah wilayah perkotaan di Jawa Barat cenderung modernis sekaligus religius dibandingkan perkotaan di Jakarta yang cenderung metropolis. Kondisi itu juga berpengaruh pada dukungan masyarakat Jabar terhadap Sudrajat-Syaikhu.
Ia juga melihat kuatnya pasangan Sudrajat-Syaikhu atau Sudirman-Ida juga disebabkan oleh pergerakan massa dukungan yang cukup besar sejak dua hingga satu bulan jelang pilkada. Toto memprediksi pergerakan massa itu dibangun atas modal yang besar dan narasi tertentu yang menguat di masyarakat.
"Dan saya curiga, sebetulnya modal elektabilitas Sudrajat-Syaikhu atau Sudirman Said-Ida itu besar. Cuma tidak terdeteksi oleh lembaga survei, entah dengan satu atau hal lain itu tidak terdeteksi. Kita enggak tahu sebabnya," ujarnya.