JAKARTA, KOMPAS.com - Tragedi KM Sinar Bangun di Danau Toba menyisakan tanda tanya besar soal jaminan keselamatan dalam angkutan penyeberangan.
Minimnya pengawasan angkutan penyeberangan di Danau Toba menyebabkan 3 orang korban meninggal dunia, dan 184 orang hilang tenggelam akibat tenggelamnya KM Sinar Bangun yang kelebihan muatan.
Sepekan pasca kejadian, Polda menetapkan empat tersangka awal dalam kasus ini. Tak hanya pemilik kapal, namun Polisi juga menyerat sejumlah pejabat dinas perhubungan penanggung jawab kejadian itu.
Mereka adalah PSS selaku pemilik sekaligus nahkoda KM Sinar Bangun, KS selaku honorer Dinas Perhubungan Samosir dan anggota Kapos Pelabuhan Simanindo, GFP selaku Kepala Pos Pelabuhan Simanindo, serta RS selaku Kepala Bidang Angkutan Sungai dan Danau Perairan.
"Mereka membawa penumpang yang diperkirakan berjumlah 150-an orang dan sepeda motor sebanyak 70-an unit," kata Kapolda Sumut Irjen Paulus Waterpauw, Senin (25/6/2018).
Baca juga: Data Terbaru, Penumpang KM Sinar Bangun 188, Sebanyak 164 Hilang
Modus para tersangka adalah mencari keuntungan dengan memuat penumpang melebihi kapasitas KM Sinar Bangun yang hanya 45 orang. Namun diperkirakan jumlah penumpang mencapai lebih dari 180 orang.
Jumlah itu belum termasuk puluhan motor yang juga sengaja diangkut ke dalam kapal khusus penumpang penyeberangan tersebut.
Akibatnya fatal, setelah berlayar beberapa menit, mesin kapal mati, sementara kapal miring ke kanan lalu terbalik. Kapal sempat mengapung, namun setelah beberapa menit tenggelam.
Polisi menyita sejumlah barang bukti di antaranya 45 blok karcis retribusi masuk pelabuhan senilai Rp 500 yang telah digunakan, 48 blok retribusi pemeliharaan dermaga untuk roda dua senilai Rp 500 yang telah digunakan, foto copy dokumen kelengkapan KM Sinar Bangun IV Nomor 117.
Baca juga: Basarnas Analisa Objek Diduga Bangkai KM Sinar Bangun di Danau Toba
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebelumnya mendesak agar pejabat otoritas di pelabuhan tempat KM Sinar Bangun mengangkut penumpang di pidana.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menilai, otoritas pelabuhan menjadi pihak yang harus bertanggung jawab atas tenggelamnya kapal motor (KM) Sinar Bangun di perairan Danau Toba.
Tulus menilai otoritas pelabuhan setempat lemah dalam pengawasan sehingga membiarkan KM Sinar Bangun meninggalkan pelabuhan dengan kelebihan penumpang.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengapresiasi sikap tegas Kepolisian yang 4 tersangka awal terkait tragedi tenggelamnya KM Sinar Bangun.
Sebab, selain menetapkan nakhoda dan pemilik kapal sebagai pelaku langsung "kejahatan" (actus reus), Kepolisian juga menyerat 3 orang pejabat Dishub yang secara sistemik membiarkan KM Sinar Bangun kelebihan kapasitas.
Baca juga: Polda Sumut Tetapkan 4 Tersangka Tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba
Tersangka bisa dijerat Pasal 302 dan atau Pasal 303 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran Jo Pasal 359 KUHP. Ancaman hukumannya 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1,5 miliar.
Meski menilai tak seharusnya salah satu tersangka ikut dimintai pertanggung jawaban karena berstatus pegawai honorer Dishub, namun Abdul Fickar tetap menganggap keputusan Kepolisian sebagai "jeweran" keras kepada petugas angkutan penyeberangan di Danau Toba.
Penegakan hukum ini hendaknya menjadi titik awal mendisiplinkan angkutan penyeberangan, terutama angkutan penyeberangan rakyat.
"Penegakan hukum memang tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan, tetapi bisa menjadi langkah awal bagi perbaikan mental para pejabat di lapangan untuk selalu berorientasi pada keselamatan rakyat," kata dia.