JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap Pemilu di Indonesia tak lagi dilakukan dengan cara mencoblos. Metode mencoblos, menurut Kalla, tak beradab.
Wapres lebih setuju agar pemungutan suara dilakukan dengan cara mencontreng atau centrang. Cara ini pernah diterapkan di Indonesia.
"Tetapi inilah undang-undang yang dipilih DPR," ujarnya saat memberikan kuliah umum di acara Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) Lemhanas 2018, Jakarta, Senin (25/6/2018).
Baca juga: Pemilu 2019 Rumit, Wapres Minta Aparat Lebih Siap
"Mudah-mudahan DPR kemudian nanti mengubah lagi supaya lebih beradab lah tidak pakai paku tetapi pakai bolpoin kan," sambung dia.
Pada masa Orde Baru, kata Kalla, Pemilu menggunakan paku dinilai penting. Itu karena pemilu pada saat itu penuh dengan kecurangan. Dan mencoblos adalah salah satu modus curang.
Saat itu, kata Kalla, jika yang dicoblos bukab Golkar, maka surat suara sengaja dilubangi agar menjadi tidak sah karena ada dua lubang.
"Jadi gitu zaman dulu itu," kata dia.
Namun saat ini, kata dia, pengunaan paku untuk mencoblos surat suara perlu ditinggalkan karena tak beradab.
Bahkan ucapnya, tinggal dua negara di dunia yang menggunakan cara mencoblos dalam Pemilu.
Baca juga: Jusuf Kalla: Pemilu 2019 Akan Jadi Pemilu Terumit di Dunia
Dua negara itu, kata Wapres, yakni Indonesia dan satu negara di Afrika. Sementara negara lain sudah beralih ke mencontreng bahkan memilih secara elektronik.
"Kalau kita mana percaya elektronik, menulis pun tidak percaya," ucapnya.
Menurut Kalla, Indonesia justru masih begitu percaya dengan cara pemberian suara dalam Pemilu dengan mencoblos.
Baginya hal itu dilatarbelakangi adanya anggapan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang buta huruf.
"Padahal buta huruf itu kecil 2-3 persen. Tetapi yang diikuti yang 2-3 persen itu. Mestinya yang diikuti yang 97 persen (yang tidak buta huruf) itu untuk cara mencontreng," kata dia.