Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Undangkan PKPU, Kemenkumham Dinilai 'Curi' Kewenangan MA

Kompas.com - 22/06/2018, 18:58 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan bahwa Kementerian Hukum dan HAM "mencuri" kewenangan Mahkamah Agung (MA) dalam hal menentukan keabsahan sebuah peraturan perundangan.

Hal tersebut merujuk pada pernyataan Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai larangan mantan narapidana korupsi mendaftarkan diri sebagai calon legislator.

Widodo mengatakan, Kemenkumham tidak segera mengundangkan PKPU lantaran dianggap bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan peraturan yang lebih tinggi.

Baca juga: Tolak PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg, Kemenkumham Dinilai Inkonsisten

"Ini timbul permasalahan baru. Kemenkumham mencoba mengambil kewenangan lembaga lain, yakni MA, dengan mengeluarkan pernyataan bahwa PKPU itu bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi," ujar Feri dalam acara diskusi di bilangan Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018).

Sebab, lembaga yang berwenang atas substansi PKPU adalah MA. Oleh sebab itu, jika ada pihak yang tak setuju atas isi PKPU mengenai larangan mantan narapidana korupsi mendaftarkan diri sebagai calon legislator, seharusnya mengajukan permohonan uji materi di MA.

Feri menegaskan, Kemenkumham tak memiliki hak 'mengacak-acak' isi PKPU. Kemenkumham hanya berhak untuk memperdebatkan substansi PKPU pada saat sesi konsultasi KPU dengan pemerintah dan DPR RI.

Kemenkumham hanya memiliki wewenang untuk mengundangkan segala peraturan yang dibuat oleh lembaga/institusi negara.

Baca juga: Tanpa Pengesahan dari Kemenkumham, PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg Tetap Berlaku

"Di dalam Peraturan Permenkumham Nomor 31 Tahun 2017, disebutkan bahwa sepanjang KPU ini telah melampirkan apa-apa yang disyaratkan UU agar bisa diundangkan, maka selesai sudah urusan KPU. Urusannya Kemenkumham. Tapi anehnya, Kemnkumham malah mengatakan secara terbuka bahwa PKPU bertentangan dengan UU lebih tinggi. Ini aneh," ujar Feri.

Berdasarkan aturan itu pula, Kemenkumham tidak selayaknya tidak mengundangkan PKPU itu. Langkah Kemenkumham yang sampai saat ini tidak mengundangkannya, menurut Feri, adalah bentuk pengabaian terhadap kewenangannya sendiri.

Sebelumnya, Kemenkumham menegaskan, PKPU tersebut tak juga diundangkan menjadi peraturan perundang-undangan karena materinya bertentangan dengan undang-undang.

Baca juga: Jokowi Diminta Tegur Menkumham soal PKPU Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

"Materinya bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi dan peraturan yang lebih tinggi. Itu pangkal masalahnya," kata Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana melalui pesan singkatnya, Kamis (21/6/2018).

KPU sendiri akan menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan sejumlah pakar hukum tata negara, Jumat sore. KPU meminta pandangan terkait sikap Kementerian Hukum dan HAM yang menolak aturan larangan mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif.

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, pihaknya ingin mengundangkan secara mandiri PKPU yang mengatur larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019.

"Kelamaan menunggu Kemenkumham," ujar Arief di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat.

Kompas TV Jalan tengah seperti apa yang bisa diambil agar upaya menciptakan anggota legislatif yang bersih dan berintegritas bisa terwujud?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com