Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Diminta Tegur Menkumham soal PKPU Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

Kompas.com - 22/06/2018, 17:08 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay meminta Presiden Joko Widodo menegur Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang hingga kini tidak mengundangkan Peraturan KPU mengenai larangan mantan koruptor menjadi calon anggota legislatif.

"Saya berharap Presiden Jokowi mengingatkan menterinya untuk tidak mengambil jalan sendiri-sendiri seperti itu. Ini demi kepentingan dan kelancaran Pemilu sendiri kok," ujar Hadar dalam sebuah acara diskusi di bilangan Jakarta Selatan, Jumat (22/6/2018).

Baca juga: Pemerintahan Jokowi Itu Seolah-olah Tidak Peduli dengan Pemberantasan Korupsi...

Hadar melihat Presiden Jokowi sebenarnya menghormati kemandirian KPU untuk menerbitkan peraturan.

Hal itu tercermin dari pernyataannya ketika ditanya oleh wartawan mengenai larangan itu pada Selasa, 29 Mei 2018 lalu.

Secara pribadi, Presiden Jokowi menegaskan bahwa setiap warga negara, koruptor sekali pun, memiliki hak untuk dipilih dan memilih.

Hadar mengapresiasi perbedaan pandangan dari Presiden Jokowi itu.

Baca juga: Kirim Surat, KPU Minta Kemenkumham Tak Tolak Aturan Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

Namun, lanjut Hadar, dalam kalimat berikutnya, Presiden Jokowi menyatakan, dirinya tak berhak mencampuri KPU sebagai lembaga independen.

"Setelah saya dengar-dengar lagi, Presiden awalnya bilang saya berbeda dengan KPU. Oke, itu perbedaan pendapat secara baik disampaikan, enggak apa-apa. Tapi ada kalimat yang terakhir bahwa kita harus menghormati karena (jadi tidaknya aturan ini diberlakukan) ada di wilayah KPU," ujar Hadar.

"Jadi Presiden sendiri sebenarnya melihat, oke kita bisa berbeda pendapat. Tapi, karena di KPU itu lembaga mandiri, beliau katakan, silahkan pelajari lagi, kemudian difinalkan. Ya, sudah," lanjut dia.

Oleh sebab itu, ia mempertanyakan langkah Menkumham yang terkesan menahan-nahan agar PKPU tersebut tidak segera diundangkan.

"Lantas, sekarang kita bertanya, kenapa menterinya berbeda dengan Presiden? Menteri itu kan pembantu pemerintah. Maka segeralah (mengundangkan PKPU) supaya cepat selesai, tidak ramai dan punya kepastian hukum," ujar dia.

Baca juga: Pemerintah Dianggap Intervensi KPU jika Menolak Aturan Larangan Mantan Koruptor Ikut Pileg

Sebelumnya, Kemenkumham menegaskan, PKPU tersebut tak juga diundangkan menjadi peraturan perundang-undangan karena materinya bertentangan dengan undang-undang.

"Materinya bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi dan peraturan yang lebih tinggi. Itu pangkal masalahnya," kata Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana melalui pesan singkatnya, Kamis (21/6/2018).

Presiden Jokowi sebelumnya menegaskan, mantan narapidana kasus korupsi punya hak untuk mencalonkan diri dalam pemilu legislatif.

"Kalau saya, itu hak. Hak seseorang berpolitik," kata Jokowi di Jakarta, Selasa (29/5/2018).

Jokowi mengatakan, konstitusi sudah menjamin untuk memberikan hak kepada seluruh warga negara untuk berpolitik, termasuk mantan napi kasus korupsi.

Jokowi mengakui adalah wilayah KPU untuk membuat aturan. Namun, Jokowi menyarankan agar KPU melakukan telaah lagi.

"Silakan lah KPU menelaah. KPU bisa saja mungkin membuat aturan. Misalnya boleh ikut tapi diberi tanda 'mantan koruptor'," kata Jokowi.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com