JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa Fredrich Yunadi tetap berpendapat bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berwenang menangani kasus menghalangi penyidikan yang didakwakan kepadanya.
Hal itu dikatakan Fredrich saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (22/6/2018).
"Kami berpendapat perkara ini tidak layak dibawa ke persidangan. Tidak seharusnya terdakwa diseret jadi pesakitan dengan dakwaan menghalangi penyidikan," ujar Fredrich saat membacakan pleidoi.
Baca juga: Fredrich Begadang Dua Minggu untuk Buat Pembelaan 1.858 Halaman
Fredrich didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengenai perbuatan menghalangi proses hukum yang dilakukan penegak hukum.
Menurut Fredrich, sesuai keterangan ahli hukum dan ahli bahasa Indonesia, Pasal 21 yang tercantum dalam Bab III UU Tipikor tersebut adalah tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
Dengan demikian, menurut Fredrich, Pasal 21 itu bukan tindak pidana korupsi.
"Maka secara de jure dan fe facto, Pasal 21 itu adalah tindak pidana lain," kata Fredrich.
Baca juga: Fredrich Tuduh Dokter Bimanesh Dipengaruhi Jaksa
Menurut Fredrich, yang berwenang untuk menangani dugaan pelanggaran dalam Pasal 21 itu adalah kepolisian.
Sementara, KPK tidak berwenang menangani, karena termasuk tindak pidana umum.
"Maka yang berhak menyidik adalah kepolisian. Mutlak bukan KPK," kata Fredrich.
Dalam kasus ini, Fredrich didakwa bersama-sama dengan dokter Bimanesh Sutarjo telah melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau.
Hal itu dalam rangka menghindari pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Fredrich Yunadi Jabat Tangan dan Meminta Maaf pada Jaksa
Saat itu, Novanto merupakan tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Fredrich Yunadi dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa KPK. Menurut jaksa, Fredrich terbukti menghalangi proses hukum yang dilakukan penyidik KPK terhadap tersangka mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Selain itu, Fredrich juga dituntut menbayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Menurut jaksa, Fredrich melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di Rumah Sakit Medlka Permata Hijau.
Fredrich diduga sudah memesan kamar pasien terlebih dahulu sebelum Novanto mengalami kecelakaan.
Fredrich juga meminta dokter RS Permata Hijau untuk merekayasa data medis Setya Novanto. Upaya itu dilakukan dalam rangka menghindari pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Saat itu, Setya Novanto telah berstatus sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.