JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Iwan Ridwan Prawiranata bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/6/2018).
Dalam persidangan, Ridwan mengakui adanya penyalahgunaan dalam penggunaan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI). Saat itu, pemegang saham pengendali BDNI adalah Sjamsul Nursalim.
"Yang saya lihat dalam laporan pengawasan bank, ada pemberian kredit kepada grupnya sendiri," ujar Ridwan kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Cerita Mantan Menkeu Tanda Tangan Surat Utang BLBI Rp 144 Triliun
Menurut Ridwan, pasca BLBI disalurkan, Bank Indonesia mengawasi penggunaan dana yang disalurkan kepada bank-bank yang membutuhkan. Menurut dia, setiap keputusan ada penjelasan dan ada usulannya dari pengawas.
"Yang saya lihat sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tapi, bisa terjadi (tidak sesuai ketentuan)," kata Ridwan.
Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Baca juga: Menurut Jaksa, Kasus BLBI Mantan Kepala BPPN Termasuk Tipikor
Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004. Keuntungan yang diperoleh Sjamsul dinilai sebagai kerugian negara.
Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).
Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.
Baca juga: Sidang Kasus BLBI, Jaksa KPK Hadirkan Mantan Menkeu Bambang Subianto
Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.
Kesalahan itu membuat seolah-olah sebagai piutang yang lancar (misrepresentasi).