Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Minta Kemenkumham Segera Sahkan PKPU soal Larangan Eks Koruptor Jadi Caleg

Kompas.com - 20/06/2018, 13:45 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Almas Sjafrina menyayangkan peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) soal larangan mantan narapidana korupsi jadi caleg tak kunjung disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Padahal, kata Almas, tahapan pendaftaran caleg untuk Pileg 2019 akan segera dimulai.

"Kami sangat menyayangkan sikap Kemenkumham, karena sebentar lagi 4-17 Juli, sudah masuk pendaftaran calon legislatif. Jadi PKPU tersebut seharusnya segera diundangkan agar publik tahu," kata Almas kepada Kompas.com, Rabu (20/6/2018).

Baca juga: Pemerintah Dianggap Intervensi KPU jika Menolak Aturan Larangan Mantan Koruptor Ikut Pileg

Almas mempertanyakan mengapa Kemenkumham menolak PKPU ini. Padahal PKPU tentang pencalonan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang juga memuat larangan sama bisa disahkan.

"Penolakan Kemenkumham menimbulkan pertanyaan, karena sebelumnya PKPU pencalonan DPD yang memuat larangan yang sama ditandatangani," katanya.

Menurut Almas, dalam penyusunan peraturan, KPU bersifat mandiri dan independen. Ia menegaskan, hasil konsultasi dengan DPR dan pemerintah juga tidak mengikat KPU.

Sehingga, ia menilai langkah Kemenkumham mengembalikan PKPU tersebut karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan putusan Mahkamah Konstitusi cenderung tidak tepat.

Baca juga: Refly: Kemenkumham Tak Perlu Ikut Campur Substansi PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg

"Jadi kalau ada peraturan dalam PKPU yang dianggap tidak seharusnya, bukan dengan menolak menandatangani. Kan ada proses hukum dengan uji materi ke Mahkamah Agung," katanya.

Ia menegaskan, dalam konteks PKPU, penandatanganan Kemenkumham adalah proses administratif untuk mengundangkan.

Seharusnya Kemenkumham tidak masuk dalam perdebatan substansi PKPU tersebut.

"Yang bahkan kosultasi dengan DPR dan pemerintah saja tidak bisa mengingervensi kewenangan KPU tersebut," kata Almas.

Kemenkumham sebelumnya mengembalikan draf PKPU ke KPU untuk dilakukan sinkronisasi.

Sebelumnya Komisioner KPU Pramono Ubaid mengatakan, sinkronisasi dan penyelarasan PKPU tersebut dengan Kementerian/Lembaga tak perlu dilakukan.

Baca juga: Kemenkumham Kembalikan PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg ke KPU

Sebab, kata Pramono, proses tersebut sejatinya telah dilalui KPU pada saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR, pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Itu kan sudah selesai di DPR waktu konsultasi, kan ada komisi II, pemerintah, Bawaslu, kan di sana forumnya," kata Pramono di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (11/6/2018).

Bahkan, kata Pramono, keinginan Kemenkumham agar KPU melakukan sinkronisasi dan penyelarasan PKPU tersebut tak punya dasar hukum.

"Kalau kita bertemu lagi disebut forum apa, tidak ada dalam tata cara atau prosedur penyusunan peraturan kita. Pertemuan yang enggak ada landasan hukumnya," kata Pramono.

KPU, kata Pramono, sampai saat ini masih meyakini bahwa Kemenkumham akan mengundangkan PKPU tersebut menjadi peraturan perundang-undangan.

"Sabar aja. Pasti diundangkan. Optimis," ucap Pramono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com