Kenapa bisa merusak?
Ini karena tradisi ziarah kubur pada masa pra-Islam ditandai dengan adanya permohonan kepada arwah orang yang meninggal. Hal itu tentu sama dengan penyembahan terhadap arwah leluhur yang pada masa itu banyak dijumpai di berbagai belahan dunia.
"Namun karena semakin kuatnya akidah umat Islam, maka Nabi Muhammad SAW kemudian membolehkan umatnya untuk ziarah kubur," ujar Nur Syam.
Maka, kata dia, ketika Islam masuk ke wilayah yang memiliki kesamaan tradisi ziarah kubur, posisinya saling mengisi.
Lalu apa relasi ziarah makam, puasa dan Hari Raya Lebaran?
Guru Besar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya itu mengatakan, relasi ziarah dengan puasa dan Lebaran adalah sebagai prosesi mengingat kematian atau dzikr al maut.
Itu berkaitan karena puasa sendiri, menurut dia, adalah sarana untuk tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa, sementara Idul Fitri merupakan momentum saling memohon ampunan kepada sesama. Maka, ziarah adalah prosesi mengingat dzikr al maut.
"Dengan demikian, ketika orang sudah melakukan ritual puasa, ritual ampunan sesama manusia maka dilakukan ritual menziarahi kubur para ahli kuburnya, sehingga lengkaplah sudah tindakan kerohanian, keduniawian dan relasi di antara keduanya," kata Nur Syam.
Tak hanya itu, pria asal Tuban Jawa Timur itu mengatakan, bila ziarah kubur di hari kemenangan mengandung makna tindakan eskatologis, mau ke mana akhirnya manusia itu. Atau bahasa sederhananya adalah sebagai momentum mengingat akhir kehidupan manusia.
"Jadi betapapun seseorang memiliki kekayaan, relasi sosial, jabatan dan kekuasaan, serta kekayaan rohani yang luar biasa ketika di dunia. Namun yang jelas ke lubang kubur itu akhirnya," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.