Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Disarankan Dorong Larangan Eks Koruptor "Nyaleg" Jadi Aturan Internal Parpol

Kompas.com - 13/06/2018, 13:14 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara dari Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Khairul Fahmi mengapresiasi larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg yang disusun Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui peraturan KPU (PKPU).

Namun Khairul menilai sulit bagi KPU untuk mempertahankan kebijakan itu.

Hal ini mengingat Kementerian Hukum dan HAM mengembalikan PKPU tersebut ke KPU atas dasar bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Oleh karena itu, ia menyarankan KPU memperkuat dorongan kepada partai-partai politik untuk menerapkan larangan tersebut sebagai aturan internal.

Hal itu menjadi solusi alternatif menyikapi tarik-menarik KPU dan Kemenkumham yang terus berlanjut terkait PKPU tersebut.

Baca juga: Tolak PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg, Kemenkumham Dinilai Inkonsisten

"Kalau menurut saya, salah satu solusinya ini didorong sebagai kesepahaman partai saja untuk tidak mengajukan calon untuk menegaskan catatan itu. Kalau mau diformalkan di PKPU akan sulit, karena undang-undang kita tidak mengatur demikian," ujar Khairul kepada Kompas.com, Rabu (13/6/2018).

Menurut Khairul, kelemahan aturan ini termuat di PKPU. Padahal, kata Khairul, seharusnya aturan itu menjadi materi muatan undang-undang. Situasi itu membuat KPU semakin tak bisa memaksakan aturan tersebut.

"Sulit dipaksakan menjadi aturan formal di PKPU, baik itu tidak sesuai dengan undang-undang dan itu bukan materi yang semestinya dimuat di PKPU tapi dalam undang-undang," kata dia.

Ia menyarankan agar KPU fokus mengkomunikasikan larangan tersebut secara intensif ke seluruh partai politik peserta Pemilu 2019.

Langkah itu dinilainya sebagai jalur alternatif KPU untuk menerapkan aturan tersebut. Partai juga diharuskan mendukung semangat KPU menciptakan pemilu yang bersih.

Baca juga: Sandera PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg, KPU Sebut Kemenkumham Lampaui Kewenangannya

"Ide ini harus ditransfer ke partai supaya menerapkan itu dalam proses seleksi calegnya. Kalau partai menerapkan itu kan tidak perlu susun PKPU-nya atau memuatnya di undang-undang. Kalau itu jadi kebijakan partai, itu persoalan (tarik-menarik KPU dan Kemenkumham) sudah selesai," kata dia.

Tarik-menarik KPU dan Kemenkumham

Sebelumnya, Kemenkumham enggan memproses pengundangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang eks narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif menjadi peraturan perundang-undangan.

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Widodo Ekatjahjana mengatakan, PKPU tersebut telah dikembalikan ke KPU.

"Sudah kita sampaikan kembali ke KPU supaya dilakukan sinkronisasi dan penyelerasan," kata Widodo kepada Kompas.com, Senin (11/6/2018).

Baca juga: Meski Belum Diundangkan, PKPU Pencalonan Pileg Tetap Disosialisasikan

Widodo menyampaikan agar PKPU yang dimohonkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan putusan-putusan MK.

Menanggapi hal tersebut, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Aziz menyebut Kemenkumham melampaui kewenangannya karena enggan segera mengundangkan Peraturan KPU (PKPU) soal larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019.

Alasannya, Kemenkumham mengambil kewenangan lembaga lainnya yang berhak mengoreksi substansi suatu peraturan perundang-undangan itu apakah sesuai atau tidak dengan Undang-Undang yang lebih tinggi.

"Jadi Kemenkumham tidak bisa lakukan demikian. Kemenkumham sudah ambil porsi dari Mahkamah Agung. Abuse of power, lampaui kewenangan," kata Viryan di kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (12/6/2018).

Baca juga: KPU Minta Kemenkumham Tak Hambat Pengundangan PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg

Menurut Viryan, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah jelas diatur, bahwa kewenangan untuk mengoreksi substansi suatu peraturan perundang-undangan itu adalah ranah Mahkamah Agung.

Aturan itu tertulis pada pada pasal 9 ayat 2 UU tersebut. Bunyinya adalah dalam hal suatu peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

"Kami pertanyakan dari segi regulasi, karena sudah disebutkan di dalam UU nomor 12 tahun 2011, pasal 9 ayat 2 yang terkait dengan konten di aturan itu harus diuji materi di MA," terang Viryan.

Kompas TV Jalan tengah seperti apa yang bisa diambil agar upaya menciptakan anggota legislatif yang bersih dan berintegritas bisa terwujud?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Tidak Mundur dari Menteri Pertahanan

Nasional
Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Polri: Hingga April 2024, 1.158 Tersangka Judi Online Berhasil Ditangkap

Nasional
Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Ganjar Bilang PDI-P Bakal Oposisi, Gerindra Tetap Ajak Semua Kekuatan

Nasional
Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasdem Resmi Dukung Prabowo-Gibran, Elite PKS dan PKB Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com