Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Panja DPR Atur Tindak Pidana Terhadap HAM di RKUHP

Kompas.com - 11/06/2018, 15:53 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan masuknya sejumlah ketentuan tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia (HAM) dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Anggota Tim Panitia Kerja (Panja) RKUHP dari DPR Taufiqulhadi menuturkan bahwa usul tersebut bertujuan untuk mendukung upaya penegakan HAM maupun penguatan Komnas HAM dan aparat penegak hukum.

"Tim telah sepakat bahwa perlu ada pengaturan yang komprehensif dan mengakomodir semua perkembangan di masyarakat baik nasional maupun internasional, guna mendukung penegakan HAM maupun penguatan Komnas HAM dan aparat penegak hukum," ujar Taufiqulhadi kepada Kompas.com, Senin (11/6/2018).

Baca juga: RKUHP dan Ketidakadilan terhadap Keluarga Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu

Taufiqulhadi mengatakan, Tim Panja sepakat tindak pidana terhadap HAM harus masuk dalam kategori tindak pidana khusus dalam RKUHP. Sebab, pelanggaran HAM memiliki dampak yang luar biasa, meluas, dan signifikan.

"Panja sepakat bahwa Tindak Pidana terhadap HAM harus masuk dalam kategori tindak pidana khusus, karena sifatnya luar biasa dan berdampak sangat meluas dan signifikan," kata politisi dari Partai Nasdem itu.

Selain mengatur tindak pidana materiil yang ada dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM (UU Pengadilan HAM), RKUHP juga mengakomodasi ketentuan dari konvensi internasional.

Berdasarkan draf RKUHP per 9 April 2018, tindak pidana berat terhadap HAM diatur dalam bab Tindak Pidana Khusus Pasal 680 sampai 683.

Baca juga: Ini Pasal RKUHP yang Berpotensi Mengkriminalisasi Pegiat Antikorupsi

Bentuk pelanggaran HAM yang diatur mencakup genosida, serangan meluas dan sistematis terhadap warga sipil, tindak pidana dalam konflik bersenjata atau perang, dan agresi.

Bentuk-bentuk pelanggaran tersebut, kata Taufiqulhadi tercantum dalam Konvensi Jenewa dan International Criminal Court (Statuta Roma).

"Pelanggaran HAM yang telah diatur dalam berbagai instrumen HAM Internasional, seperti Konvensi Jenewa hingga ICC (International Criminal Court) Rules sebagai bukti nyata komitmen Indonesia dalam penegakan HAM," tuturnya.

Meski demikian, masuknya pasal tindak pidana berat terhadap HAM dalam RKUHP mendapat kritik dari masyarakat sipil.

Baca juga: Ketentuan Tipikor Dalam RKUHP Berpotensi Timbulkan Dualisme Hukum

Upaya tersebut justru dinilai tak memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu.

Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, masuknya sejumlah pasal tindak pidana terhadap HAM ke RKUHP akan menghapus beberapa asas hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM (UU Pengadilan HAM).

Salah satu asas penting yang tak akan berlaku lagi adalah asas retroaktif.

Asas retroaktif memungkinkan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu atau kasus yang terjadi sebelum UU Pengadilan HAM terbit diproses secara hukum. Sebab UU Pengadilan HAM dapat berlaku surut.

Asas ini memang bersifat khusus karena KUHP tidak mengenal ketentuan tersebut.

"Kalau pakai draf sekarang, enggak akan ada lagi asas retroaktif," ujar Erasmus saat ditemui di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (10/6/2018).


Kompas TV Ketua KPK Agus Rahardjo berencana menemui Presiden Joko Widodo untuk membahas RUU KUHP yang menurut KPK akan melemahkan KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com