JAKARTA, KOMPAS.com - Selama menjabat sebagai Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo belum pernah melaporkan harta kekayaan selaku kepala daerah kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, daftar nama yang sudah melaporkan harta kekayaan biasanya akan ditampilkan dalam situs web KPK.
Berdasarkan penelusuran di situs KPK dalam Laporan Harta Kekayan Penyelenggara Negara (LHKPN), Senin (11/6/2018), Syahri Mulyo tercatat pernah dua kali melaporkan harta kekayaan. Namun, keduanya bukan dalam jabatan Syahri selaku Bupati Tulungagung.
Baca juga: PDI-P Duga OTT KPK di Tulungagung dan Blitar Politis
Syahri pertama kali menyerahkan LHKPN pada 19 Desember 2003. Saat itu, ia sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur. Saat itu, harta milik Syahri lebih dari Rp 1 miliar.
Terakhir, Syahri juga pernah menyerahkan LHKPN selaku calon bupati Tulungagung. Saat itu, dia masih berstatus sebagai anggota DPRD Jatim periode 2009-2014.
Saat itu, jumlah harta kekayaan Syahri yang dilaporkan hampir sama dengan yang dilaporkan pertama kali pada 2003.
Sebelumnya, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait sejumlah proyek di dua wilayah tersebut.
Dalam konstruksi perkara, keduanya terlibat dalam perkara yang berbeda dengan satu terduga pemberi hadiah atau janji, yaitu Susilo Prabowo.
Susilo merupakan pihak kontraktor yang diduga memberi hadiah atau janji kepada keduanya terkait sejumlah proyek di dua daerah tersebut.
Baca juga: OTT Blitar dan Tulungagung Dinilai Politis, Ini Tanggapan Pimpinan KPK
Di Tulungagung, Susilo diduga memberikan hadiah atau janji sebesar Rp 1 miliar kepada Syahri melalui pihak swasta Agung Prayitno.
Diduga pemberian tersebut terkait fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung.
Sementara itu, di Blitar, KPK menduga Samanhudi juga menerima pemberian dari Susilo melalui pihak swasta bernama Bambang Purnomo sekitar Rp 1,5 miliar terkait ijon proyek-proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama di Blitar dengan nilai kontrak Rp 23 miliar.
Catatan: Artikel ini telah mengalami perubahan pada judul dan penyesuaian pada konten karena ada kesalahan penulis dalam menelusuri LHKPN. Mohon maaf atas kesalahan penulisan.