JAKARTA, KOMPAS.com - Gerakan radikalisme sudah terindikasi masuk ke dunia akademik di perguruan tinggi. Sejumlah upaya pun telah dilakukan untuk mengidentifikasi gerakan tersebut, salah satunya adalah merilis daftar perguruan tinggi yang diindikasi terpapar paham radikal.
Rektor Universitas Paramadina Profesor Firmanzah menyatakan, ketimbang merilis daftar kampus yang terpapar paham radikal, ada sejumlah instrumen yang dapat dijadikan solusi untuk mencegah radikalisme di kampus.
Pilihan instrumen solusi yang tepat, kata Firmanzah, akan menentukan hasilnya.
"Saya rasa instrumennya banyak. Pilihan instrumen akan menentukan hasilnya," kata Firmanzah dalam diskusi Perspektif Indonesia yang digelar Smart FM dan Populi Center di Jakarta, Sabtu (9/6/2018).
Instrumen pertama menurut Firmanzah adalah dengan instrumen instruksi. Maksudnya adalah ada struktur komando dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi kepada rektor di perguruan tinggi yang dilanjutkan kepada dosen terkait pencegahan gerakan radikal.
Namun, instrumen ini tidak bersifat otoriter, melainkan mengedepankan dialog.
Baca juga: Radikalisme di Kampus, Jokowi Tekankan Kerja Sama dengan Ormas Islam
Instrumen kedua adalah pemilihan dan pembenahan kurikulum di kampus.
"Bela negara bisa masuk, tapi dalam konteks kekinian," ujar Firmanzah.
Instrumen ketiga adalah perlu diadakannya kegiatan-kegiatan di luar kelas yang bisa memperkuat persatuan dan kesatuan. Kegiatan ini bersifat lintas universitas dan didukung pula oleh pemerintah.
Terakhir, imbuh Firmanzah, perlu digunakannya strategi budaya. Indonesia, tutur dia, memiliki modal besar berupa kearifan-kearifan budaya lokal yang menjunjung tinggi toleransi dan harmoni.
"Saya masih yakin mereka yang terpapar terorisme jumlahnya sangat kecil, jangan sampai yang kecil ini jadi faktor dominan. Kita masih punya masyarakat yang toleran dan harmonis," kata Firmanzah.