JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang meminta Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar menyerahkan diri ke KPK.
Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait sejumlah proyek di dua wilayah tersebut. Namun, saat ini KPK belum dapat menemukan keduanya.
Saut menegaskan, KPK tak segan-segan melakukan upaya paksa jika keduanya tak menyerahkan diri.
"KPK mengimbau agar Bupati Tulungagung dan Wali Kota Blitar bersikap kooperatif dan segera menyerahkan diri ke KPK," kata Saut dalam konferensi pers di gedung KPK, Jumat (8/6/2018) dinihari.
Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Tulungagung dan Wali Kota Blitar sebagai Tersangka
Menurut Saut, tim KPK tak menemukan keduanya pada saat menggelar operasi tangkap tangan di Tulungagung dan Blitar sejak Rabu (6/6/2018) kemarin.
"Intinya tidak ketemu, kami tidak ketemu dengan dua orang ini. Tadi jelaskan di sini, jadi bukan lari, kami tidak ketemu," ucap Saut.
Saut menegaskan, KPK belum memutuskan untuk memasukkan Syahri dan Samanhudi dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Belum, kan kami sudah mengimbau, siapa tahu dia jadi baik terus datang. Niat baik pasti ada, lah," ujar Saut.
Di sisi lain, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, meskipun KPK belum berhasil menemui Syahri dan Samanhudi, KPK telah memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka.
"Maka, juga turut ditetapkan sebagai tersangka di sini. Pihak perantaranya sudah kami amankan, dan tentu kami sudah menemukan bukti lain keterkaitan orang ini dengan proyek di dua daerah tersebut," kata Febri.
Baca juga: Wakil Wali Kota Blitar Tidak Tahu Keberadaan Wali Kota Samanhudi
Dua perkara berbeda
Dalam konstruksi perkara, keduanya terlibat dalam perkara yang berbeda dengan satu terduga pemberi hadiah atau janji, yaitu Susilo Prabowo.
Susilo merupakan pihak kontraktor yang diduga memberi hadiah atau janji kepada keduanya terkait sejumlah proyek di dua daerah tersebut.
Menurut Saut, di Tulungagung, Susilo diduga memberikan hadiah atau janji sebesar Rp 1 miliar kepada Syahri melalui pihak swasta bernama Agung Prayitno.
Diduga pemberian tersebut terkait fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung.
"Diduga pemberian ini adalah pemberian ketiga. Sebelumnya Bupati Tulungagung diduga telah menerima pemberian pertama sebesar Rp 500 juta dan pemberian kedua sebesar Rp 1 miliar," kata Saut.
Sementara itu, di Blitar, KPK menduga Samanhudi juga menerima pemberian dari Susilo melalui pihak swasta bernama Bambang Purnomo sekitar Rp 1,5 miliar.
Uang itu diduga terkait ijon proyek-proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama di Blitar dengan nilai kontrak Rp 23 miliar.
"Fee diduga bagian dari 8 persen yang menjadi bagian untuk Wali Kota dari total fee 10 persen yang disepakati," kata Saut.
Baca juga: KPK Sita Total Uang Rp 2,5 Miliar dalam OTT di Jawa Timur
Selain menetapkan Muhammad Samanhudi Anwar dan Syahri Mulyo sebagai tersangka. KPK juga menetapkan penerima, yaitu swasta Agung Prayitno dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung Sutrisno sebagai tersangka.
"Sedangkan perkara di Blitar. Diduga sebagai penerima MSA (Muhammad Samanhudi Anwar) dan BP (Bambang Purnomo), sebagai tersangka" kata Saut.
KPK menetapkan terduga pemberi Susilo Prabowo sebagai tersangka dalam dua perkara sekaligus.
Sebagai pihak yang diduga pemberi untuk dua perkara, Susilo Prabowo disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 65 KUHPidana.
Dalam perkara Tulungagung, Syahri Mulyo, Agung Prayitno, dan Sutrisno disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara Blitar, Muhammad Samanhudi Anwar dan Bambang Purnomo disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.