Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Nilai RKUHP Lumpuhkan Penuntasan Kejahatan HAM Masa Lalu

Kompas.com - 07/06/2018, 23:58 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Choirul Anam melihat keberadaan pasal kejahatan HAM berat dalam RKUHP bisa mengganggu penyelesaian kejahatan HAM berat masa lalu.

Hal itu karena pasal kejahatan kemanusiaan di RKUHP memakai asas kadaluarsa. Sementara kejahatan HAM berat tak mengenal asas tersebut.

Ketika suatu pihak sedang berkuasa dan melakukan kejahatan HAM berat, kasus tersebut sulit diadili karena melibatkan struktur kekuasaan keseluruhan. Sehingga, kejahatan tersebut biasanya bisa diusut ketika rezim pemerintahan berganti.

Dengan demikian, penanganan kasus kejahatan HAM berat tak mengenal batas waktu agar tetap bisa diusut.

"Kalau dipakai asas kadaluarsa ya habis. Misal, kasus-kasus di Orde Baru ya bisa habis," kata Anam dalam diskusi Implikasi Kodifikasi terhadap Kejahatan Luar Biasa dan Terorganisir di edung KPK, Jakarta, Rabu (6/6/2018).

Baca juga: Jaksa Agung: Bukti Minim, Siapapun Pemimpin Sulit Bawa Kasus HAM ke Peradilan

Menurut dia, Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia tak mengenal asas kadaluarsa dalam penuntasan kejahatan HAM. Jika RKUHP disahkan, UU Pengadilan HAM berpotensi dikesampingkan.

"Kami tidak bisa membayangkan kalau asas kadaluarsa itu ada, ya, wassalam, tidak ada penegakan hukum kejahatan HAM masa lalu," kata Anam.

Anam khawatir, RKUHP ini semakin menghilangkan upaya penuntasan kasus kejahatan HAM berat. Ia mengungkapkan, saat ini juga masih banyak kasus kejahatan HAM yang tak jelas penyelesaiannya, bahkan terbengkalai.

"Perumusan RKUHP kejahahatan kemanusiaan disebutkan dilakukan oleh 'barang siapa melakukan', lah itu kan harus ditunjukkan mens rea-nya (niat jahat)," kata dia.

Baca juga: Dewan Kerukunan Nasional Bakal Selesaikan Kasus HAM Masa Lalu Tanpa Peradilan

Padahal, kata Anam undang-undang sebelumnya cukup melihat kejahatan HAM-nya tanpa harus membuktikan dulu niat jahat dari pelaku kejahatan HAM.

"Misalnya saya seorang kolonel berbuat jahat, saya bisa saja bilang, 'saya enggak punya niat jahat kok, demi pembangunan negeri ini, gusur dikit dan tembak enggak papa', itu semakin susah pembuktiannya," papar Anam.

Selain itu, RKUHP tersebut bisa mengaburkan pihak-pihak yang paling bertanggungjawab dalam kejahatan HAM berat. Dan lembaga penegak hukum hanya bisa menjerat pelaku-pelaku di lapangan saja.

Baca juga: Komnas HAM Sebut Penuntasan Kasus HAM 1965-1966 Terkendala Wiranto

"Karena dalam konteks kejahatan HAM yang dikejar siapa yang bertanggung jawab. Kalau makai RKUHP dibandingkan undang-undang sebelumnya berbeda logika berpikirnya," papar dia.

Oleh karena itu, Komnas HAM menolak substansi pasal kejahatan kemanusiaan masuk di dalam RKUHP. Ia menuturkan, pihaknya sudah mengirimkan surat sebanyak dua kali kepada Presiden Joko Widodo. Dalam surat itu, Komnas HAM meminta Jokowi untuk mendukung dikeluarkannya pasal-pasal kejahatan khusus dari RKUHP.

"Ibaratnya kalau trennya dokter umum sedikit, tapi dokter spesialisnya banyak kan lebih efektif (penanganannya)," ujar Anam.

Kompas TV Jalan tengah seperti apa yang bisa diambil agar upaya menciptakan anggota legislatif yang bersih dan berintegritas bisa terwujud?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Resmi Jadi Wapres Terpilih Pilpres 2024, Gibran Punya Harta Rp 25,5 M

Resmi Jadi Wapres Terpilih Pilpres 2024, Gibran Punya Harta Rp 25,5 M

Nasional
Momen Anies Baswedan Pamitan dengan Satgas Pengamanan yang Mengawalnya selama Pilpres...

Momen Anies Baswedan Pamitan dengan Satgas Pengamanan yang Mengawalnya selama Pilpres...

Nasional
Titiek Soeharto Tersipu Saat Ditanya Kemungkinan Dampingi Prabowo

Titiek Soeharto Tersipu Saat Ditanya Kemungkinan Dampingi Prabowo

Nasional
Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Terima Kasih ke Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Terima Kasih ke Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Ceritakan Pengalaman Kunjungi Berbagai RSUD, Jokowi: Alatnya Puluhan Miliar, Tapi Ruangannya Payah ...

Ceritakan Pengalaman Kunjungi Berbagai RSUD, Jokowi: Alatnya Puluhan Miliar, Tapi Ruangannya Payah ...

Nasional
DPP PKB Gelar Karpet Merah Menyusul Kabar Rencana Kedatangan Prabowo

DPP PKB Gelar Karpet Merah Menyusul Kabar Rencana Kedatangan Prabowo

Nasional
Momen Prabowo Guncangkan Badan Anies Sambil Tertawa Usai Jadi Presiden Terpilih

Momen Prabowo Guncangkan Badan Anies Sambil Tertawa Usai Jadi Presiden Terpilih

Nasional
Prabowo: Saya Akan Berjuang untuk Seluruh Rakyat, Termasuk yang Tidak Memilih Saya

Prabowo: Saya Akan Berjuang untuk Seluruh Rakyat, Termasuk yang Tidak Memilih Saya

Nasional
PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
Singgung Debat Capres yang Panas, Prabowo: Kita Tetap Satu Keluarga Besar

Singgung Debat Capres yang Panas, Prabowo: Kita Tetap Satu Keluarga Besar

Nasional
Sapa Anies-Muhaimin, Prabowo: Saya Pernah di Posisi Anda, Senyuman Anda Berat Sekali

Sapa Anies-Muhaimin, Prabowo: Saya Pernah di Posisi Anda, Senyuman Anda Berat Sekali

Nasional
KPK Sebut Hakim Itong Mulai Cicil Bayar Uang Denda dan Pengganti

KPK Sebut Hakim Itong Mulai Cicil Bayar Uang Denda dan Pengganti

Nasional
Tak Seperti PKB-PKS, Nasdem Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Tak Seperti PKB-PKS, Nasdem Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
Resmi Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Sapa Anies-Cak Imin: Yang Saya Cintai...

Resmi Jadi Presiden Terpilih, Prabowo Sapa Anies-Cak Imin: Yang Saya Cintai...

Nasional
Prabowo-Gibran Ditetapkan Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Tepuk Tangan Bergema Berulang Kali

Prabowo-Gibran Ditetapkan Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Tepuk Tangan Bergema Berulang Kali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com