Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak RKUHP, Koalisi Masyarakat Sipil Ingatkan Pemerintah Perkuat KPK

Kompas.com - 06/06/2018, 09:46 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mochammad Jasin prihatin atas masuknya pasal korupsi dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Sebab, pada dasarnya korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang memerlukan penanganan khusus dengan memisahkan pasal-pasal korupsi dari KUHP.

"Di dalam situasi yang sekarang ini, karena semua sendi-sendi kehidupan dan kegiatan dimasuki unsur korupsi. Nah, di dalam kaitannya dengan RKUHP, khusus korupsi tentunya dalam rangka menyelamatkan tujuan kita untuk pemberantasan korupsi, ini harus dipisahkan dari KUHP," kata Jasin dalam konferensi pers di gedung KPK, Selasa (5/6/2018).

Jasin menilai pemerintah seharusnya mendukung KPK dan agenda pemberantasan korupsi. Ia khawatir, jika RKUHP disahkan pada 17 Agustus nanti, akan banyak hal-hal yang bisa membuat KPK menjadi tak berdaya. Hal itu juga berdampak pada upaya pemberantasan korupsi ke depannya.

Baca juga: Ditanya Keberatan KPK tentang RKUHP, Ini Kata Jokowi

"Jadi mari kita tetap concern korupsi adalah musuh kita bersama, hambatan menuju adil dan makmur berdasarkan Pancasila itu salah satunya korupsi," kata dia.

Hal senada juga diungkapkan Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Virgo Sulianto. Menurut dia, KPK dan agenda pemberantasan korupsi di Indonesia perlu diperkuat.

Virgo heran dengan DPR dan Pemerintah yang memperlihatkan nalar-nalar yang bertentangan dengan harapan publik.

Padahal, korupsi merupakan penghambat proses pembangunan di Indonesia. Ia menilai jika RKUHP disahkan, akan menjadi kemunduran bagi agenda pemberantasan korupsi dan melemahkan KPK.

Baca juga: Ini Pasal dalam RKUHP yang Berpotensi Melemahkan Pemberantasan Korupsi

"Itu yang kemudian kita dorong. Jadi kita akan sampaikan kepada DPR dan Pemerintah, argumen dan naskah kami yang akan disampaikan untuk mengeluarkan pasal tipikor dari RKUHP," kata dia.

Virgo juga mengingatkan agar Presiden Joko Widodo menunjukkan komitmen kuatnya dalam pemberantasan korupsi. Ia tak ingin Presiden menjadi serba tak tahu ketika RKUHP disahkan ketika ada pasal-pasal korupsi yang justru melemahkan KPK.

"Jadi Presiden punya kewenangan yang besar. Presiden punya kesempatan yang besar untuk membutikan komitmen pemberantasan korupsi untuk segera menghilangkan pasal tipikor ini dari RKUHP, tentu ini ujian bagi Presiden," kata dia.

Di sisi lain, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter menegaskan, masyarakat sipil selalu berpegang bahwa pasal korupsi harus berada di luar RKUHP.

Menurut Lalola, seharusnya DPR dan Pemerintah merevisi Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang lebih akomodatif dan menjawab perkembangan modus kejahatan korupsi.

Baca juga: Minta Pasal Korupsi Dikeluarkan dari RKUHP, KPK Lima Kali Surati Presiden

"Itu lebih akomodatif ketimbang memasukan tindak pidana korupsi dalam RKUHP. Karena sudah barang tentu akan lebih sulit untuk melakukan revisi dalam konteks RKUHP dibandingkan UU Tipikor sendiri," kata Lalola.

Kalola meyakini pihak-pihak yang bergerak pada penanganan kejahatan luar biasa menginginkan pasal-pasal tindak pidana khusus bisa berada di luar RKUHP.

"Karena itu, kecenderungannya akan menyulitkan kewenangan perkara yang masing-masing dilakukan oleh lembaga independen ini," kata dia.

Lalola juga melihat minimnya kajian akademik, khususnya terkait dasar teoritis yang objektif dalam RKUHP ini. Ia curiga, keberadaan RKUHP bisa jadi jalur alternatif bagi pihak tertentu untuk melemahkan KPK dan agenda pemberantasan korupsi.

"Itulah kenapa statement kami jelas bahwa delik korupsi harus berada di luar RKUHP dan tidak disahkan sebelum hal itu terjadi. Ada ketergesa-gesahan yang tak masuk akal yang ditunjukkan kepada DPR ataupun pemerintah dalam pembahasan RKUHP," kata dia.

Ia juga berharap pembahasan RKUHP bisa lebih terbuka, partisipatif dan akuntabel.

Apresiasi KPK

Ketua KPK Agus Rahardjo mengapresiasi masyarakat sipil yang telah mendukung KPK dalam menolak masuknya pasal-pasal korupsi ke dalam RKUHP.

Ia juga menilai, keberadaan petisi "KPK Dalam Bahaya, Tarik Semua Aturan Korupsi dari RKUHP!" yang hampir didukung sekitar 50.484 warganet itu membuktikan bahwa masyarakat masih peduli pada KPK dan agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.

"Kami ucapkan terima kasih karena teman-teman masih betul-betul merasakan KPK milik publik dan rakyat indonesia. Dan kita sudah merasakan bertahun-tahun menderita karena tindak pidana korupsi," kata Agus

Agus juga mengapresiasi sikap Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang telah menyampaikan argumen, pendapat dan kajiannya terkait pasal korupsi dalam RKUHP.

Ia berharap pihaknya senantiasa berjalan bersama masyarakat sipil untuk menegaskan bahwa agenda penindakan dan pemberantasan korupsi harus menjadi lebih baik lagi.

Kompas TV Jaminan dari presiden diuangkap seusai acara buka puasa bersama dengan TNI dan Polri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com