JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang saat ini dibahas di DPR dinilai berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Adapun, salah satu aturan dalam RKUHP yang menjadi sorotan adalah Ketentuan Peralihan, terutama Pasal 723.
Pasal itu menyatakan bahwa dalam jangka waktu satu tahun, seluruh asas hukum yang diatur dalam Buku Kesatu KUHP yang memuat Ketentuan Umum akan menjadi dasar bagi ketentuan pidana di undang-undang lainnya.
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter berpendapat bahwa pasal tersebut akan menghilangkan sifat khusus penanganan perkara korupsi.
"Karena merujuk ke Buku Kesatu, penanganan perkara korupsi kehilangan sifat khususnya. Buku Kesatu kan isinya ketentuan umum," ujar Lalola saat dihubungi, Selasa (5/6/2018).
Baca juga: Minta Pasal Korupsi Dikeluarkan dari RKUHP, KPK Lima Kali Surati Presiden
Menurut Lalola, Pasal 723 akan mengesampingkan ketentuan Pasal 729 dalam RKUHP. Selama ini, Pasal 729 menjadi dasar DPR dan pemerintah untuk meyakinkan publik bahwa KPK tidak akan kehilangan kewenangannya dalam menangani kasus korupsi.
Artinya,Undang-Undang Tipikor dan Undang-Undang KPK akan tetap berlaku secara khusus, meski KUHP mengatur ketentuan tindak pidana khusus.
Namun, ketentuan Pasal 723 dinilai Lalola justru akan menghilangkan asas-asas hukum yang diatur secara khusus dalam UU Tipikor dan UU KPK.
"Seluruh undang-undang di luar KUHP, norma hukumnya akan merujuk ke Buku Kesatu RKUHP. Jadi misalnya kalau soal pengecualian asas-asas yang ada di UU tipikor itu jadi tidak berlaku lagi," kata Lalola.
Ia mencontohkan soal potensi hilangnya asas hukum terkait pidana tambahan uang pengganti yang diatur dalam UU Tipikor.
Sebab, Ketentuan Umum KUHP tidak mengatur asas pidana tambahan uang pengganti.
Baca juga: KPK Nilai RKUHP Berpotensi Jadi Celah Baru Lemahkan KPK
Sementara, selama ini asas tersebut menjadi mekanisme yang digunakan KPK untuk mengembalikan kerugian negara yang dikorupsi.
Contoh lainnya adalah soal ketentuan pidana maksimal seumur hidup bagi terpidana kasus korupsi yang tidak diatur dalam Buku Kesatu KUHP.
"Pidana tambahan uang pengganti itu bisa tidak ada lagi karena Buku Kesatu tidak mengatur soal itu," ujar Lalola.
"Begitu juga dengan ketentuan pidana maksimal seumur hidup itu juga nanti tidak akan lagi," ucapnya.