JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menuturkan, KPK optimistis Presiden Joko Widodo memiliki komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi.
Menurut Febri, KPK juga yakin Presiden Jokowi mendukung dikeluarkannya pasal-pasal korupsi dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Jadi, kami mengirimkan surat kepada pihak terkait, khususnya Presiden. Karena kami percaya Presiden memiliki komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi. Jadi ini seperti mengetuk pintu hati Presiden," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Senin (4/6/2018).
KPK berharap respons yang didapatkan dari Presiden Jokowi tak hanya sekadar berupa surat balasan semata, melainkan diiringi dengan langkah-langkah konkret.
"Tapi juga ada instruksi yang disampaikan ke bawahan Presiden, apakah itu Menkumham atau tim perumus agar hal-hal itu diperhatikan," kata dia.
Baca juga: Minta Pasal Korupsi Dikeluarkan dari RKUHP, KPK Lima Kali Surati Presiden
Febri mengingatkan seluruh pihak lainnya agar mampu membawa agenda pemberantasan korupsi ke arah yang lebih baik.
Jika pasal korupsi dipaksakan masuk ke dalam RKUHP, akan berisiko besar bagi kinerja KPK, kewenangan KPK, dan agenda pemberantasan korupsi.
"Ini yang kami harapkan bisa didengar bisa ditindaklanjuti juga baik oleh Presiden dan DPR," kata Febri.
"Jadi KPK sudah mengirimkan surat kepada presiden, juga sudah mengirimkan surat kepada panja DPR dan Kemenkumham. Kami uraikan risiko dan pendapat KPK," ujar dia.
Menurut Febri, sikap resmi yang telah disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif beberapa waktu silam didasarkan atas kajian yang matang.
Baca juga: Sejumlah Pasal Korupsi dalam RKUHP Dinilai Menguntungkan Koruptor
Febri menuturkan, KPK sudah mengingatkan berkali-kali kepada pihak terkait atas risiko masuknya pasal korupsi dalam RKUHP.
"Kajian sebenarnya sudah kami lakukan sejak 2014 dan 2015. Dalam draf pertama sudah kami wanti-wanti sejak awal ada risiko besar bagi pemberantasan korupsi, kalau seperti ini masih diteruskan," ucap dia.
Febri mengakui, KPK khawatir mengingat pengesahan RKUHP direncanakan akan dilakukan pada Agustus mendatang. Oleh karena itu, langkah cepat dan konkret dari Presiden dinilainya bisa menentukan masa depan agenda pemberantasan korupsi ke depan.
"Kami percaya Presiden membaca (surat-surat yang dikirim KPK) dan juga sudah membahas hal tersebut. Namun, dalam kondisi saat ini diinformasikan Agustus akan disahkan, sementara waktu semakin pendek ya, sangat menentukan bagi pemberantasan korupsi nantinya," ujar dia.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan, KPK secara kelembagaan menolak tindak pidana korupsi diatur dalam pasal-pasal pada Rancangan Undang-Undang KUHP.
"Tindak pidana khusus yang diluar KUHP kami berharap tetap berada di luar KHUP khususnya tentang tindak pidana korupsi," kata Laode dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/5/2018).
KPK, kata Laode, meminta agar tindak pidana korupsi seluruhnya tetap diatur dalam UU khusus di luar KUHP.
Laode menjelaskan, tindak pidana korupsi sudah berada di luar KUHP sejak lama.
Menurut dia, jika korupsi diatur dalam KUHP ada sejumlah persoalan yang berisiko bagi KPK maupun aktivitas pemberantasan korupsi di masa depan. Salah satunya adalah wewenang KPK.