Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Optimistis Jokowi Dukung Keluarkan Pasal Korupsi dari RKUHP

Kompas.com - 04/06/2018, 16:21 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menuturkan, KPK optimistis Presiden Joko Widodo memiliki komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi.

Menurut Febri, KPK juga yakin Presiden Jokowi mendukung dikeluarkannya pasal-pasal korupsi dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Jadi, kami mengirimkan surat kepada pihak terkait, khususnya Presiden. Karena kami percaya Presiden memiliki komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi. Jadi ini seperti mengetuk pintu hati Presiden," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Senin (4/6/2018).

KPK berharap respons yang didapatkan dari Presiden Jokowi tak hanya sekadar berupa surat balasan semata, melainkan diiringi dengan langkah-langkah konkret.

"Tapi juga ada instruksi yang disampaikan ke bawahan Presiden, apakah itu Menkumham atau tim perumus agar hal-hal itu diperhatikan," kata dia.

Baca juga: Minta Pasal Korupsi Dikeluarkan dari RKUHP, KPK Lima Kali Surati Presiden

Febri mengingatkan seluruh pihak lainnya agar mampu membawa agenda pemberantasan korupsi ke arah yang lebih baik.

Jika pasal korupsi dipaksakan masuk ke dalam RKUHP, akan berisiko besar bagi kinerja KPK, kewenangan KPK, dan agenda pemberantasan korupsi.

"Ini yang kami harapkan bisa didengar bisa ditindaklanjuti juga baik oleh Presiden dan DPR," kata Febri.

"Jadi KPK sudah mengirimkan surat kepada presiden, juga sudah mengirimkan surat kepada panja DPR dan Kemenkumham. Kami uraikan risiko dan pendapat KPK," ujar dia.

Menurut Febri, sikap resmi yang telah disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif beberapa waktu silam didasarkan atas kajian yang matang.

Baca juga: Sejumlah Pasal Korupsi dalam RKUHP Dinilai Menguntungkan Koruptor

Febri menuturkan, KPK sudah mengingatkan berkali-kali kepada pihak terkait atas risiko masuknya pasal korupsi dalam RKUHP.

"Kajian sebenarnya sudah kami lakukan sejak 2014 dan 2015. Dalam draf pertama sudah kami wanti-wanti sejak awal ada risiko besar bagi pemberantasan korupsi, kalau seperti ini masih diteruskan," ucap dia.

Febri mengakui, KPK khawatir mengingat pengesahan RKUHP direncanakan akan dilakukan pada Agustus mendatang. Oleh karena itu, langkah cepat dan konkret dari Presiden dinilainya bisa menentukan masa depan agenda pemberantasan korupsi ke depan.

"Kami percaya Presiden membaca (surat-surat yang dikirim KPK) dan juga sudah membahas hal tersebut. Namun, dalam kondisi saat ini diinformasikan Agustus akan disahkan, sementara waktu semakin pendek ya, sangat menentukan bagi pemberantasan korupsi nantinya," ujar dia.

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengatakan, KPK secara kelembagaan menolak tindak pidana korupsi diatur dalam pasal-pasal pada Rancangan Undang-Undang KUHP.

"Tindak pidana khusus yang diluar KUHP kami berharap tetap berada di luar KHUP khususnya tentang tindak pidana korupsi," kata Laode dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/5/2018).

KPK, kata Laode, meminta agar tindak pidana korupsi seluruhnya tetap diatur dalam UU khusus di luar KUHP.

Laode menjelaskan, tindak pidana korupsi sudah berada di luar KUHP sejak lama.

Menurut dia, jika korupsi diatur dalam KUHP ada sejumlah persoalan yang berisiko bagi KPK maupun aktivitas pemberantasan korupsi di masa depan. Salah satunya adalah wewenang KPK.

Kompas TV Atas penolakan ini, KPK sebelumnya telah mengirimkan surat kepada presiden dan DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com