Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Pasal Korupsi Dikeluarkan dari RKUHP, KPK Lima Kali Surati Presiden

Kompas.com - 04/06/2018, 12:45 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rupanya sampai lima kali menyurati Presiden Joko Widodo untuk meminta Presiden mendorong mengeluarkan pasal- pasal korupsi dari draf Rancangan KUHP yang sedang dibahas di DPR RI.

"Iya. Bahkan, sudah kami kirim lima kali," ujar Komisioner KPK Basaria Panjaitan saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Senin (4/6/2018).

Dalam surat itu, KPK menyampaikan argumentasi yuridis dan historis tentang pasal korupsi yang seharusnya tidak termuat dalam RKUHP.

Baca juga: Disebut Membangkangi Birokrasi, Ini Respons KPK...

Menurut KPK, pasal korupsi cukup diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Itu (memasukkan pasal korupsi di RKUHP) memang kodifikasi. Tapi karena dia (pasal korupsi) sudah jadi UU tersendiri, harusnya tidak perlu lagi menjadi dua UU. Prinsipnya begitu saja," lanjut dia.

Ketika ditanyakan apa respons Presiden Jokowi mengenai surat tersebut, Basaria tidak menjawab pertanyaan itu.

Ia mengatakan, "kita sudah berulang kali (mengirimkan surat). Kalau tidak salah, lima kali. Nanti kita lihat lagi hasilnya."

Baca juga: Kata Wapres, KPK Sebaiknya Surati DPR, Bukan ke Presiden soal RKUHP

Sebelumnya, KPK sudah mengirimkan surat pada Presiden agar pasal-pasal tindak pidana korupsi dikeluarkan dari RKUHP.

Presiden diharapkan mendorong pembuatan aturan yang lebih keras pada koruptor, melalui revisi Undang-Undang Tipikor yang ada saat ini.

"Belajar dari negara-negara dengan IPK yang tinggi, pemberantasan korupsi perlu dilakukan secara konsisten dan membutuhkan komitmen yang kuat dari pemimpin politik," kata Juru Bicara KPK Febri Hendri.

Langkah KPK ini dikecam sejumlah pihak. Pakar hukum Umar Husin mengkritik KPK yang menyurati Presiden seperti itu.

Baca juga: Jelang Pengesahan RKUHP, Ribuan Netizen Teken Petisi KPK Dalam Bahaya

Menurut dia, KPK adalah lembaga negara yang seharusnya mengikuti aturan main yang dibuat. KPK dinilai tak berhak menolak aturan main meskipun masih dalam tahap rancangan.

"Itu bisa dibilang KPK menolak. Itu pembangkangan birokrasi namanya. Makar dalam konteks birokrasi namanya," ujar Husin dalam acara diskusi di bilangan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6/2018).

"Anda bisa bayangkan kalau semua institusi bersikap sama seperti KPK, langsung melawan seperti itu, meminta Presiden mengintervensi merubah format aturan, ini kan enggak benar. Presiden enggak bisa diancam-ancam seperti itu," lanjut dia.

Husin menegaskan, apabila KPK menolak rancangan aturan, penolakan rancangan aturan itu semestinya dilaksanakan melalui koridor yang tepat.

Apalagi, RKUHP saat ini masih dalam tahap pembahasan antarfraksi sehingga masih ada waktu untuk adu argumentasi hukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com