JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, terdakwa Fredrich Yunadi tergolong sebagai advokat yang menghalalkan segala cara demi membela klien. Menurut jaksa, Fredrich telah melakukan perbuatan tercela demi membela kliennya Setya Novanto.
"Terdakwa selaku advokat yang merupakan penegak hukum justru melakukan tindakan tercela yang bertentangan dengan norma hukum dan menghalalkan segala cara dalam membela kliennya," ujar jaksa Kresno Anto Wibowo saat membaca surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Dalam persidangan, Fredrich dan pengacaranya berpandangan bahwa seorang advokat tidak dapat dipidana karena tindakan dalam membela klien. Namun, menurut jaksa, pandangan itu hanya alasan yang dicari-cari untuk menghindari tanggung jawab pidana.
Baca juga: Fredrich Yunadi Dituntut 12 Tahun Penjara
Jaksa KPK menggunakan pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara ini. Dalam putusan MK nomor 26 Tahun 2013 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, MK menyebut bahwa seorang advokat bukan hanya harus beritikad baik.
Namun, seorang advokat juga tidak boleh bertindak melanggar aturan dan undang-undang. Menurut MK, jika seorang advokat melakukan perbuatan melanggar hukum, maka hak imunitas tidak berlaku dan dapat dituntut secara pidana.
Putusan itu juga diperkuat dalam uji materi uji atas Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Januari 2018. Uji materi itu diajukan oleh para advokat.
"Advokat yang menghalangi penyidikan penegak hukum jelas tidak dapat dikatakan beritikad baik," kata jaksa Roy Riady.
Baca juga: Jaksa KPK: Tidak Ditemukan Hal Meringankan dalam Diri Fredrich Yunadi
Fredrich dinilai jaksa terbukti melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di Rumah Saklt Medlka Permata Hijau. Fredrich diduga sudah memesan kamar pasien terlebih dahulu, sebelum Novanto mengalami kecelakaan.
Fredrich juga meminta dokter RS Permata Hijau untuk merekayasa data medis Setya Novanto.
Upaya itu dilakukan dalam rangka menghindari pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Saat itu, Setya Novanto telah berstatus sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Jaksa menuntut supaya mantan pengacara Setya Novanto itu dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.