Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Usulkan Perubahan Pasal Penghinaan terhadap Presiden dalam RKUHP

Kompas.com - 31/05/2018, 06:08 WIB
Kristian Erdianto,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Panitia Kerja (Panja) Pemerintah revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengusulkan perubahan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Perubahan yang diusulkan menyangkut judul pasal, frasa, dan ketentuan delik.

Dalam usulannya, pemerintah mengubah judul dan frasa dalam pasal 238 draf RKUHP

Frasa 'Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden' diganti dengan 'Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden'

Pemerintah juga menambahkan ayat yang menyatakan bahwa tindak pidana itu hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

Baca juga: Pusako: Jika Masuk KUHP, Pasal Penghinaan Presiden Bakal Diuji Lagi ke MK

Ketua Tim Panja Pemerintah Enny Nurbaningsih mengatakan, rumusan yang telah disepakati itu bertujuan untuk menjaga marwah demokrasi sekaligus menjaga kehormatan presiden.

"Karena diskusi terus berkembang, maka kita buat rumusan yang menjaga marwah demokrasi sekaligus menjaga kehormatan presiden," ujar Enny saat ditemui seusai rapat Panja RKUHP antara pemerintah dan DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2018).

Di sisi lain, lanjut Enny, perubahan frasa dari 'penghinaan' menjadi 'Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat' bertujuan untuk membedakan antara kritik dan menghina.

Selain itu, pasal tersebut juga diubah menjadi delik aduan, tidak lagi menjadi delil biasa. Artinya, tindak pidana hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana.

Baca juga: Menkumham: Jangan Jadi Liberal, Pasal Penghinaan Presiden Harus Ada

Korban tindak pidana, atau dalam hal ini presiden dan wakil presiden, dapat mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang apabila telah terjadi suatu perdamaian.

"Jadi dibedakan mana kritik dan menghina. Kalau pun ada, itu delik aduan. Bukan presiden yang mengadu tapi bisa melalui kuasa presiden," kata Enny.

Sebelumnya, kalangan masyarakat sipil mengkritik adanya pasal penghinaan terhadap presiden. Pasal tersebut dinilai berpotensi mengekang hak warga sipil dalam berekspresi, menyatakan pendapat dan mengkritik pemerintah.

Baca juga: Kartu Kuning Jokowi Disinggung dalam Pembahasan Pasal Penghinaan Presiden

Selain itu, pasal penghinaan terhadap presiden dalam KUHP yang lama, yakni Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137, telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006.

Dalam putusannya, MK memandang tidak relevan lagi jika dalam KUHP masih memuat pasal-pasal seperti Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137.

Pasal-pasal tersebut dinilai menegasi prinsip persamaan di depan hukum, mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi dan prinsip kepastian hukum.

Kompas TV DPR berusaha memasukan kembali pasal penghinaan presiden ke dalam rancangan KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com