JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius membantah anggapan bahwa program deradikalisasi tidak berjalan efektif.
Anggapan itu muncul pasca-serangkaian aksi teror yang terjadi belakangan ini. Mulai dari aksi penyanderaan oleh tahanan kasus terorisme di rutan cabang Salemba, Kompleks Mako Brimob di Depok, hingga ledakan bom di Surabaya.
Suhardi menjelaskan, program deradikalisasi diterapkan terhadap narapidana terorisme, mantan napi dan keluarganya yang terpapar paham radikalisme.
Sementara, program deradikalisasi tidak bisa diterapkan terhadap terduga teroris, tersangka dan terdakwa yang menghuni rumah tahanan seperti di Mako Brimob. Sebab, tahanan teroris tersebut masih menjalani proses persidangan.
"Yang kami sentuh orang yang berstatus narapidana termasuk keluarganya. Jadi memang agak sulit kalau dikatakan deradikalisasi tidak berhasil," ujar Suhardi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Baca juga: BNPT Dinilai Lemah dalam Upaya Deradikalisasi
Menurut Suhardi, 325 mantan narapidana terorisme telah mengikuti program deradikaliasi yang dijalankan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Di sisi lain, lanjut Suhardi, BNPT juga menjalanlan program kontra-radikalisasi terhadap orang-orang yang sudah terpapar paham radikalisme tapi belum melakukan aksi teror.
Tujuannya, untuk mengikis narasi-narasi radikalisme yang mereka percayai.
Namun, seringkali BNPT juga terkendala dalam menghadapi orang-orang yang memiliki paham terlalu kuat. Mereka enggan mengikut program tersebut.
"Dari yang paling keras, mohon maaf, seperti Aman Abdurrahman yang tidak pernah mau. Kami mencoba sentuh dengan psikolog dan ulama. Yang kami datangkan ulama, bahkan hingga dari luar negeri. Ini program suka rela, tapi dia tidak mau," kata Suhardi.
Baca juga: Program Deradikalisasi BNPT Dianggap Tak Jelas Arahnya
Menurut Suhardi, dari 325 mantan narapidana terorisme telah mengikuti program deradikaliasi yang dijalankan BNPT, tidak ada satu pun yang mengulangi perbuatan pidananya.
Sementara itu, ada 128 mantan narapidana terorisme yang akhirnya bergabung dengan BNPT untuk memperkuat fungsi pencegahan.
Tidak hanya dalam program deradikalisasi, tapi juga kontra-radikalisme untuk mengantisipasi wacana-wacana radikalisme yang menyebar melalui media sosial.
"Saat ini sudah ada 128 mantan narapidana terorisme yang ikut sama kami sebagai narasumber," tuturnya.