JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Bambang Soesatyo menjamin Rancangan KUHP (R-KUHP) tak akan menyentuh ranah privat.
Hal itu ia sampaikan menanggapi rencana pengesahan R-KUHP pada 17 Agustus mendatang.
Ia menambahkan saat ini masih ada perdebatan dalam pasal perzinaan dan pasal terkait Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender.
Namun, ia mengatakan hampir semua fraksi sepakat agar tak ada diskriminasi dan intervensi di ruang privat terkait pasal-pasal tersebut.
Baca juga: DPR Perpanjang Pembahasan Rancangan KUHP
"Sejauh perbuatan itu dilakukan di rumah, dalam kamar, itu tidak ada masalah. Tapi ketika itu kemudian direkam, kemudian disiarkan, disebarluaskan seperti video porno yang beredar hari-hari ini itu baru ada pidananya," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
"Tapi sejauh itu tidak ya kita tidak masuk ruang privat. Jadi undang-undang ini saya tegaskan tidak masuk ke dalam ruang privat," lanjut dia.
Bambang mengatakan, nantinya proses hukum terhadap perzinahan dan LGBT harus melalui pelaporan dari pihak yang berhak.
"Tapi manakala ada pengaduan, ada delik aduan, maka itu bisa diproses. Misalnya ada seorang istri melaporkan suaminya selingkuh, itu kejadiannya di dalam kamar. Tapi karena ada yang mengadu maka itu akan diproses secara hukum," lanjut dia.
Sebelumnya, DPR telah memperpanjang pembahasan RKUHP pada April lalu. Sebab, ada beberapa pasal yang menjadi perdebatan dan polemil di tengah masyarakat. Pemerintah terus berkomunikasi dengan legislatif agar RKUHP dapat disahkan sebelum masa jabatan DPR berakhir pada 2019.
Dalam proses pembahasannya, RKUHP mendapat sorotan publik karena sejumlah pasal yang dianggap kontroversial.
Baca juga: Di Depan Jokowi, Ketua DPR Janjikan KUHP Jadi Kado HUT RI ke-73
Misalnya, RKUHP mendapat penolakan dari masyarakat karena memasukkan perluasan pasal zina. Aturan ini dinilai mengancam adanya kriminalisasi di ranah privat. Pasal zina juga dianggap berpotensi mengkriminalisasi korban pemerkosaan dan kelompok rentan.
Pasal lain yang menjadi sorotan adalah pasal penghinaan presiden dan wakil presiden, serta pasal penghinaan pemerintah. Pasal ini dikhawatirkan mengancam kebebasan berekspresi masyarakat dan menjadi alat pemerintah untuk membungkam kritik.